Oleh: Prof Dr Amien Rais
Dewasa ini kita menyaksikan pemikiran dan gerakan yang oleh banyak kalangan dinamakan Islamophobia. Mereka yang membenci Islam tanpa alasan apapun dinamakan Islamophobes.
Manusia-manusia pembenci Islam ini di Barat maupun di Timur semakin bertambah jumlahnya . Mereka menggunakan media cetak, media sosial dan kuliah atau ceramah di berbagai kampus bertujuan tunggal mencemarkan nama baik Islam.
Mereka melakukan distorsi sekaligus melakukan demonisasi terhadap Islam, agar agama samawi terakhir ini berwajah seram, pendendam dan menyukai kekejaman. Sekeping contoh, sebagian pembenci Islam itu membuat persamaan yang dipaksakan antara Islam dan Fasisme.
Mereka menjajakan bahaya internasional baru yang mereka namakan Islamofasisme. Lisan dan tangan mereka tidak pernah lelah untuk melancarkan kebencian terhadap Islam demi kebencian itu sendiri, sebagaimana layaknya setan atau iblis tidak pernah berhenti berusaha menyeret sebanyak mungkin anak cucu Adam agar berbuat kerusakan di atas bumi supaya dapat menemani setan/iblis menjadi penghuni neraka jahanam.
Di Amerika Serikat saja tercatat ada 46 lembaga yang melancarkan serangan-serangan Islamophobia setiap hari lewat jaringan internet, newsletter, jurnal, radio, TV dan lain-lain. Upaya ini dilakukan dalam rangka membentuk opini sesat bahwa Islam adalah agama kekerasan, menyukai pertumpahan darah, irrasional, anti-modernitas, berpikir ke belakang. Mereka juga berusaha membangun opini sesat bahwa Islam membenci kemanusiaan dan meruntuhkan peradaban.
Di Amerika Serikat sebagaimana halnya di Eropa, kegiatan Islamophobia telah menjadi sebuah industri, yakni industri Islamophobia. Sebuah sumber (Young Turkish) menyebutkan bahwa uang sebesar 42 juta dolar telah dibelanjakan oleh lembaga-lembaga pembenci Islam di Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir.
Fenomena Islamophobia atau katakanlah fenomena anti dan benci kebenaran ini sesungguhnya bukan barang baru dalam Al-Qur’an. Sekitar 20 ribu orang yang disebut Al-Qur’an sebagai Ashabul Ukhdud, dicincang dan dibakar oleh penguasa yang lalim bernama Dhu Nuwas hanya karena orang-orang tersebut beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Terpuji (Qs Al-Buruj: 8).
Demikian juga alasan Fir’aun ingin membunuh Musa as juga karena Fir’aun khawatir Nabi Musa as akan mengganti iman kaum Fir’aun ke arah iman yang dibawa Musa (Qs Al-Mu’minun: 26). Perhatikan, Fir’aun menyebut kepercayaannya yang sesat, yang kafir sebagai iman.
Para Islamophobes di Amerika Serikat itu terdiri dari para akademisi, orientalis, wartawan, ketua-ketua lembaga studi, pendeta dan lain sebagainya. Diantara mereka ada juga bekas penggiat sosial Islam, penulis dan aktivis LSM yang sudah murtad atau meninggalkan Islam, agama yang semula mereka peluk.
Biasanya mereka itu dipuji dan dielu-elukan sebagai intelektual yang mumpuni, yang obyektif dan berbagai pujian kosong lainnya oleh para pembenci Islam yang asli. Bekas pemeluk Islam yang telah menjadi kaum murtaddin itu umumnya mendapat santunan tertentu dan diberi fora agar bisa menghujat Islam tanpa dasar kebenaran.
Jangan lupa, di Indonesia ada juga lingkaran-lingkaran Islamophobia itu, meskipun omongannya dan aksi-aksinya tidak sejelas dan seberani kelompok Islamophobia yang datang dari Dunia Barat. Sejumlah aktivis Muslim, yunior dan senior, nampak menikmati pujian dan apresiasi yang datang dari lingkaran Islamophobes Indonesia ini.
Semoga mereka kembali ke jalan yang benar, setelah mereka bertanya pada nurani mereka, sesuai anjuran Nabi saw. Nurani tidak bisa berbohong, berbeda dengan akal yang sering kali berhasil menyusun dalih-dalih yang sekelebatan benar.• (e)