Yogyakarta–Persyarikatan Muhammadiyah perlu terus berbenah supaya tidak ditinggalkan umat. Organisasi yang sudah berusia lebih dari seabad ini harus paham dan mampu untuk memenuhi kebutuhan dan kecenderungan masyarakat. Sesuai dengan prinsip ekonomi, ketika tidak bisa memenuhi kebutuhan pasar, maka Muhammadiyah lama-kelamaan akan tergusur, tergantikan dengan organisasi lain yang bergerak progresif dan massif.
“Yang dibutuhkan umat itu sederhana saja, umat mengalami krisis spiritualitas. Secara spiritual umat haus, sehingga Muhammadiyah harus membangun nuansa batin atau ruhiyah supaya tidak terasa kering,” demikian dikatakan Dr. Robby Habiba Abror, ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PWM DIY, dalam studium general Musyawarah Komisariat (Musykom) XXIII Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, pada Ahad (3/4), di gedung PCM Depok, Sleman.
Menurutnya, dakwah yang dibawa oleh Muhammadiyah harus selalu mampu menjawab tantangan umat. Oleh karena itu, untuk bisa selalu dekat dengan umat, dakwah Muhammadiyah harus lebih progresif dan mampu merebut momentum yang ada. Penggunaan labelling dengan sebutan bid’ah, sesat bukanlah dakwah yang mencerahkan. “Kita harus berani melakukan redefinisi terhadap istilah-istilah dan mereformulasikan gagasan sesuai dengan kebutuhan umat,” ujarnya di hadapan puluhan kader IMM Kabupaten Sleman.
Di bagian lain, anggota Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah itu juga menaruh harapan besar di pundak kader muda Muhammadiyah. Para kader muda harus mampu mengaktualisasikan peranannya di ranah kampus, masyarakat, dan bangsa. “Kader IMM harus bisa menghasilkan karya berbentuk buku. Salah satu cara sederhana dengan membukukan makalah-makalah kuliah,” ujar penulis buku Amien Rais, Filosofi Aksi dan Pemikiran Kritis Reformis Muslim Indonesia.
Dosen UIN Sunan Kalijaga itu juga mengingatkan supaya para kader muda Muhammadiyah atau AMM tidak hanya membaca kitab putih, namun juga kitab kuning. Hal itu dimaksudkan supaya para kader muda Muammadiyah memiliki landasan keagamaan yang kuat. Selain itu, para kader muda perlu untuk melek sosial, politik, media, dan melek al-Quran. Dikatakannya, “Dalam menjalani hidup, ada kalkulasi sosial, kalkulasi politik.” (Ribas)