Kejadiannya sekitar tahun 1950-an. Waktu itu Pak AR masih Ketua PDM DIY (waktu itu seluruh kabupaten di DIY masih jadi satu) dan sebagai dzawil qurba PB Muhammadiyah (belum PP Muhammadiyah).
Pak AR diutus ke Kutaraja (sekarang Banda Aceh), tepatnya bulan pertama setelah Buya AR St. Mansur terpilih sebagai Ketua PB Muhammadiyah. Buya AR ST Mansur diundang ke Kutaraja. Akan tetapi beliau berhalangan. Semua anggota PB Muhammadiyah yang delapan orang itu (dulu anggota PB Muhammadiyah masih sembilan orang) ketika ditawari oleh Buya AR St Mansur tidak ada yang bersedia, karena waktunya terlalu lama, kira-kira lebih dari sebulan.
Perlu diketahui pada waktu itu perjalanan masih pakai kapal laut, diteruskan jalan darat. Jalannya juga belum mulus dan kendaraannya juga belum baik. Setelah dirapatkan di PB Muhammadiyah akhirnya diputuskan supaya yang berangkat AR Fakhruddin. Pak AR menyanggupi, asal dizinkan oleh Prof. KH Farid Ma’ruf, karena harus meninggalkan kantor lama, lebih dari sebulan.
Juga perlu diketahui, pada waktu itu Pak AR adalah pegawai Kantor Urusan Agama DIY dan kepalanya adalah Prof. H. Farid Ma’ruf. Rupanya Prof. Farid Ma’ruf (sebagai anggota PB. Muhammadiyah sekaligus sebagai Kepala Kantor Urusan Agama DIY) mengizinkan bahkan menghadiahi satu stel jas – celana baru berwarna krem (mungkin beliau tahu waktu itu Pak AR tidak punya jas).
Jadilah Pak AR berangkat ke Aceh dari Stasiun Tugu diantar oleh Buya AR St. Mansur, Umi (panggilan untuk Ibu AR St. Mansur), Prof. Farid Ma’ruf dan beberapa anggota PB Muhammadiyah lainnya.
Setelah perjalanan kira-kira dari 10 hari dengan berganti-ganti kendaraan, dari kereta api, kapal sampai Belawan, kemudian ganti bis akhirnya sampailah di Kutaraja. Sampai di Kutaraja Pak AR disambut dengan sedikit kecewa.
Karena yang diharapkan AR St. Mansur (Ketua PB Muhammadiyah), ternyata yang datang AR Fakhruddin (anggota dzawil qurba PB Muhammadiyah) yang tidak dikenal sama sekali. Meskipun demikian, karena utusan PB Muhammadiyah dihormati juga.
Malamnya Pak AR diuji suruh jadi imam, kemudian ceramah. Rupanya orang mulai dapat menerima, bahkan kemudian diundang oleh beberapa cabang secara bergantian yang jaraknya satu sama lain sangat berjauhan, disamping jalannya juga masih belum baik.
Walhasil akhirnya Pak AR harus lama berkeliling di Serambi Makah, mendatangi cabang-cabang, total jendral pulang pergi sekitar satu setengah bulan.