Cerpen: Mustofa W Hasyim
Lapangan sepakbola itu dikelilingi oleh tiga kuburan pada tiga sisinya. Hanya ada satu sisi yang tidak ada kuburannya. Berupa sawah. Kemudian, sawah lenyap. Menjadi perumahan..
Tiga kuburan itu berbeda-beda peruntukannya. Kuburan sebelah barat sangat mewah. Ini khusus kuburan para bangsawan dan anak-anaknya yang kemudian menjadi pejabat tinggi di berbagai kota. Tembok kuburan ini cukup tinggi, ada gerbang megah dan di dalamnya penuh dengan cungkup-cungkup atau rumah-rumahan yang sangat bagus. Ada taman di belakang gerbang. Ada kerikil campur pasir membentang, di sela-sela pohon bunga. Ada pohon bunga yang ditanam pada pot-pot besar, ada pohon bunga yang ditanam langsung di tanah. Ada juga semacam bangsal atau pendapa tempat para pelayat atau peziarah berteduh. Untuk mengetahui siapa pemilik kuburan ini, keluarga bangsawan yang mana, dapat dilakukan dengan membaca prasasti dan sangkalan yang menyimbolkan tahun dibangunnya kuburan itu berupa relief kecil seekor katak sedang duduk di atas permadani Di kuburan ini selalu ada upacara sangat serius setiap ada yang akan dimakamkan. Kalau jenazahnya ketika hidup adalah pejabat militer ada upacara militer lengkap, sedang kalau yang meninggal pejabat sipil maka sambutannya biasanya panjang-panjang dari berbagai kalangan. Karangan bunga melimpah.
Kuburan sebelah timur biasa-biasa saja. Milik umum. Tidak ada dinding tinggi. Hanya rumpun bambu yang rimbun mengelilingi kuburan ini. Cungkup atau rumah-rumahan yang ada di sini pun sederhana. Kecil-kecil dan biasanya dibuat dari kayu. Mirip rumah petak Nisan yang berjajar pun kelas murahan. Bahkan banyak yang dikubur tanpa batu nisan. Ada satu dua payung tua yang sudah robek-robek memayungi makam. Ada payung baru, dengan nisan dari kayu yang masih ada kain putihnya. Juga bunga-bunga terserak, mengering. Di kuburan ini rumput-rumput masih tumbuh subur, semacam alang-alang, atau rumput berbulu dan rumput yang bunganya mirip butir-butir padi tapi kecil sekali. Ada juga rumput yang batangnya sangat kuat, berbentuk segitiga yang suka dibuat mainan wayang oleh anak-anak gembala. Memang di kuburan ini banyak anak-anak menggembala kambing. Terutama ketika lapangan sepakbola sedang dipergunakan untuk pekan pertandingan sepakbola antardesa, antarkelurahan atau antarsekolah.
Sedang kuburan ketiga, di sebelah selatan, dulu dikenal sebagai kuburan prajurit, atau makam pahlawan tidak dikenal. Sebab pada zaman perang puluhan pejuang yang gugur baik dalam pertempuran atau gugur ditembak dan disiksa oleh musuh dimakamkan di sini. Pernah diusulkan agar kuburan ini dijadikan makam pahlawan untuk tingkat kabupaten, tetapi usul ini ditolak anggota dewan perwakilan rakyat karena yang dimakamkan di sini hanya para prajurit yang pangkatnya rendah, berasal dari desa, atau para prajurit yang tidak dikenal karena berasal dari luar desa. Tidak ada nama pejuang yang pangkatnya tinggi atau namanya cukup dikenal menyebabkan kuburan ini gagal dijadikan makam pahlawan. Meski begitu, penghuni kuburan ini terus bertambah. Biasanya para tentara pensiunan atau veteran pejuang , termasuk cacat veteran, ketika meninggal, dimakamkan di sini. Demikian juga ketika ada tentara yang meninggal saat terjadi huru-hara politik di tahun enampuluhan. Juga ada pensiunan polisi yang gugur karena berani melawan lima perampok yang beraksi di bank pasar, dimakamkan di sini. Di tempat ini, sebagamana di kuburan para bangsawan, tidak ada anak-anak yang berani bermain-main. Menurut mereka, kedua tempat itu terasa menyeramkan. Kabarnya banyak hantu-hantu bersembunyi di kedua makam itu. Menurut cerita, di makam bangsawan itu ada hantu mengerikan berupa dua ekor naga yang suka bergelantungan di pintu gerbang. Ada juga yang kabarnya pernah melihat ada hantu berupa kuda putih yang suara tertawanya membuat bulu kuduk berdiri. Sedang di kuburan tempat para prajurit itu kabarnya ada hantu berupa macan yang juga berwarna putih. Ada juga hantu berupa raksasa bertubuh tinggi besar yang rambut serta bulu-bulunya panjang dan kaku menyerupai ijuk. Bahkan ada yang kabarnya pernah melihat ada berbagai warna menyala di banyak nisan. Kabarnya, itu merupakan ilmu-ilmu kesaktian yang ikut terkubur disitu.
Tentu saja kuburan orang biasa juga tidak sepi dari kisah hantu. Tetapi hantu penghuni kuburan orang biasa ini kabarnya lucu-lucu, suka bercanda menggoda dan yang penting tidak seram atau berbahaya. Ada hantu berupa anak-anak kecil yang suka bermain lepetan, jamuran atau soyang-soyang di malam purnama. Ada hantu berupa gadis genit yang suka mengajak pacaran jejaka kesepian tetapi bernafsu besar. Ada juga hantu yang suka membeli bakmi, bakso atau penjual sate ayam yang kebetulan lewat di dekatnya. Ada juga hantu yang suka bermain musik kotekan mirip orang ronda. Karena hantunya lucu-lucu dan suka bercanda maka di siang hari anak-anak tidak takut bermain-main di kuburan ini. Berbeda dengan di kuburan bangsawan dan di kuburan para prajurit, yang hantunya galak, seram dan kabarnya sungguh menakutkan.
Para penghuni perumahan itu mula-mula tidak tahu kalau tiga kuburan itu menyimpan hantu yang berbeda-beda. Tetapi ketika makin hari penghuni perumahan itu bergaul dengan penduduk desa di sekitar tiga kuburan mereka kemudian tahu dan mendengar cerita tentang berbagai macam hantu di tiga kuburan itu. Tetapi tidak semua penghuni perumahan percaya kepada hantu-hantu itu. Mereka menganggap itu hanya ilusi atau halusinasi saja.
Demikianlah yang terjadi sampai kemudian seluruh persawahan di depan lapangan sepakbola itu habis karena disitu kemudian dibangun kantor kecamatan yang baru. Lalu di dekatnya lagi dibangun yang menghubungkan dengan kota kabupaten, dibangun pasar, kantor polisi, kantor koramil, kantor pegadaian, puskesmas, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, juga toko-toko. Desa-desa dan perumahan menjadi menyatu menjadi kota kecamatan. Dusun berubah menjadi kampung-kampung. Halaman-halaman rumah menyempit karena banyak tumbuh rumah baru. Juga pekarangan
Semua berubah, kecuali tiga kuburan itu. Kisah-kisah hantu tetap terpelihara karena jalan yang ada didekat lapangan diperlebar, dipergunakan untuk lewat bis-bis mini, yang menghubungkan kota kecamatan itu dengan kecamatan lain, juga dengan kota kabupaten. Dari sopir dan kernet bis-bis mini itulah cerita tentang hantu itu malahan terus berkembang. Sebab kabarnya mereka sering digoda oleh hantu-hantu itu. Misalnya ada penumpang berwujud gadis cantik berbau wangi kemalaman dan ketika diantar naik bis ternyata turunnya di kuburan orang biasa, dengan tenang gadis itu masuk kuburan, lalu terdengar suara tertawa mengikik mirip yang dapat didengar dalam film hantu atau kisah misteri di layar televisi. Sopir dan kernet bis itu ketakutan. Tetapi apa boleh buat, mereka harus tetap lewat sekitar lapangan, karena rutenya memang harus melewati jalan itu. Yang menyebabkan kisah hantu makin seru karena bukan hanya hantu yang lucu dan suka bercanda dari kuburan orang biasa yang menggoda sopir dan kernet bis, atau siapa saja yang melewati jalan itu, tetapi hantu-hantu yang berdiam di kuburan bangsawan dan kuburan kemudian ikut-ikutan beraksi. Kabarnya malam hari setelah Maghrib ada penumpang lelaki perempuan berpakaian mewah turun dari bis. Begitu mereka meloncat dari bis keduanya beurbah jadi dua ekor naga yang sisiknya gemerlapan. Kernetnya sampai kencing di celana karena ketakutan, dan sopirnya langsung menekan gas sehingga hampir menabrak penjual bensin di sebuah pojokan kota. Hari-hari berikutnya ganti hantu penghuni kuburan perajurit yang muncul. Ada penumpang dengan tubuh tegap dan ramah, tetapi ketika turun dari bis tubuhnya langsung berubah macan putih, meloncat tinggi masuk ke kuburan.
Percakapan penghuni kota kecamatan itu dalam waktu berhari-hari, berminggu-moinggu dan berbulan-bulan selalu saja tentang hantu-hantu yang terus menggoda kru bis, tukang becak, para penjual makanan di kampung-kampuig. Bahkan pernah ketika di lapangan sepakbola itu diadakan pasar malam dan diputar film gratis tentang hantu jenaka, banyak penonton yang kabarnya merasa kalau mereka ditemani oleh banyak hantu yang juga ikut menonton film layar tancap itu. Maklum, malam gelap, udara dingin bertiup, dan wajah penonton di samping kiri, kanan atau depan tidak jelas. Tetapi ketika ada yang mendengar penonton di sampingnya tertawanya agak aneh penonton itu menengok. Kabarnya ia melihat kalau penonton di sampingnya itu berwajah rata, wajahnya kayak terbuat dari karet.
Yang membuat penghuni kota kecamatan betul-betul tidak tenteram adalah ketika tiba-tiba lapangan sepakbola itu juga dipergunakan oleh para hantu untuk beraksi. Kali ini hantunya berbeda dengan hantu-hantu yang dulu. Sebab tepat tengah malam ada penghuni perumahan yang keheranan karena mereka mendengar suara orang berlatih drum band di tengah lapangan, lengkap dengan suara terompet melengking. Waktu itu terang bulan. Penghuni perumahan yang semula tidak percaya hantu itu keluar rumah. Begitu ia melihat seperti ada pasukan sedang bermain drum band tetapi mereka semua tidak berkepala ia pun lari ketakutan. Lapor ke gardu ronda. Tentu saja anak-anak yang berugas ronda tidak berani mendatangi lapangan sepakbola itu. Sebab mereka tadi juga heran mendengar ada suara drum band. Lalu hari berikutnya penduduk perumahan dan kampung-kampung sekitar lapangan mendengar suara seperti orang ang sangat banyak sedang berlatih perang di tanah lapang. Mereka mendengar suara aba-aba dari berbagai macam bahasa, suara tembakan, dan suara-suara pasukan bernyanyi setelah latihan usai. Suara hantu berlatih perang-perangan ini betul-betul menggangu penduduk kota itu. Sebab berlangsung sampai berhari-hari. Seorang ulama yang kebetulan agak paham soal hantu-hantuan dimintai tolong agar hantu itu tidak mengganggui lagi. Ulama itu pada malam harinya membawa tikar bersembahyang di tengah lapangan. Tepat pada saat hujan gerimis turun dan mega hitam menutup langit sehingga bintang-bintang tidak kelihatan, ulama itu merasa dikepung oleh banyak sekali pasukan. Seragamnya tidak jelas dan bermacam-macam, tetapi mereka sangar dan kelihatan galak-galak. Sebagai orang yang pernah ikut latihan silat dan latihan militer dan dulu pernah bergabung dengan pejuang ia tidak takut.
“Siapa komandan kalian?” teriaknya lantang.
Seseorang bertubuh tinggi, tegap mendekat.
“Saya.”
“Mengapa anak buahmu mengganggu ketenteraman penghuni kota ini?”
“Maaf Kiai, sebab sudah tidak ada tempat lain bagi kami untuk latihan perang-perangan.”
“Lho kan masih banyak lapangan lain, juga masih banyak tempat yang luas di pantai untuk latihan perang-perangan.”
“Tempat-tempat seperti itu sekarang berbahaya bagi kami.”
“Kenapa?”
“Sebab sudah dipakai untuk berlatih tenaga dalam. Banyak di antara mereka yang iseng melontarkan serangan tenaga dalamnya ke sembarang tempat. Banyak buahku yang luka dan tewas.”
“Lho hantu bisa luka dan mati?”
“Bisa saja Kiai.”
“Begini saja. Kami penghuni kota ini kan tidak pernah mengganggu kalian. Oleh karena itu kami juga mengharap kalian tidak mengganggu kami.”
“Maaf , Kiai, kami minta waktu. Sebab latihan kami masih belum selesai.”
“Kapan selesainya?”
“Empatpuluh hari lagi.”
“Baik, setelah empat puluh hari kami harap kalian pergi dari kota ini.”
“Siap Kiai. Nanti kami akan pergi dengan sendirinya.”
Ulama dan komandan hantu itu bersalaman.
Paginya, ulama itu melaporkan hasil negosiasi dia dengan komandan hantu kepada pak camat, komadan polisi, komandan koramil. Meski mereka merasa aneh dan absurd juga, tetapi mereka terpaksa mengalah. Lalu para lurah, pengurus erwe, dan erte dikumpulkan untuk diberi pengarahan mengenai hal itu. Mereka diminta untuk mengumumkan bahwa para penduduk diminta bersabar karena pasukan hantu itu masih mau berlatih selama empatpuluh hari lagi.
Setiap malam lapangan sepakbola, juga beberapa tempat di sekitar lapangan, termasuk di lembah sungai yang ada di dekar kuburan bangsawan, selalu terdengar suara para hantu berlatih perang-perangan. Sangar ribut, bising, karena sepertinya mereka juga menggunakan senapan mesin ringan, berat, bahkan suara dentuman-dentuman dan gelegar-gelegar juga terdengar jelas. Ada penghuni kota yang mencoba mengintip menceritakan bagaimana ia menyaksikan nyala api dan ledakan berwarna-warna menyertai latihan perang itu. Yang membuat penghuni kota itu menggigil adalah selama seminggu terakhir, mereka mendengar latihan perang-perangan itu sudah masuk kampung. Mereka mendengar bagaimana derap sepatu lars masuk lorong kampung, disertai dengan berbagai teriakan aba-aba atau nyanyian dari berbagai bahasa. Ada yang seperti menggunakan bahasa Belanda, bahasa Jepang, bahasa Itali, bahasa Perancis, juga terdengar makian khas tentara Amerika, ditambah kata-kata yang tidak jelas karena berasal dari suku liar mana, atau berasal dari planet mana, tidak ada yang tahu. Suara jerit orang kena tembakan atau tusukan bayonet juga terdengar. Pendeknya, suasana malam-malam itu sungguh mirip denga suasana perang kota.
Setelah itu sepi. Komandan hantu itu yang ternyata menjadi komandan latihan gabungan para tentara hantu dari berbagai negara itu (demikian penuturan ulama yang dipamiti oleh komandan itu) kemudian pergi. Bersama seluruh pasukan gabungan hantu global itu. Penduduk kota sepertinya malah kesepian. Telinga mereka mencari-cari suara tembakan, teriakan, jeritan, makian, nyanyian dan suara hantu derap sepatu, tetapi harapan mereka sia-sia. Penghuni kota itu merasa kehilangan.
Tetapi sepuluh hari setelah itu, penduduk kota kecamatan itu dikejutkan oleh datangnya suara derap sepatu yang banyak sekali. Mirip suara sepatu tentara. Suara derap sepatu itu bergerak keliling kota, keluar masuk kampung, bahkan ada yang masuk ke halaman rumah dan masuk WC segala. Penduduk kota heran, juga mulai marah karena menyangka komandan pasukan gabungan hantu global kemarin telah menyalahi janjinya. Mereka penasaran, dan banyak yang mengintip setelah terlebih dahulu memadamkan lampu di kamar mereka.
Apa yang mereka lihat? Ternyata hantu anak-anak yang lucu, juga pasangan hantu genit dari kuburan orang biasa, juga hantu-hantu yang galak dari kuburan bangsawan dan hantu-hantu yang berasal dari kuburan prajurit, semua bergabung, memakai sepatu lars, mereka berlatih perang-perangan. Rupanya selama ada latihan gabungan pasukan hantu global, mereka sembunyi dan diam-diam memperhatikan apa yang dilakukan oleh pasukan hantu global itu. Sekarang setelah pasukan hantu global pergi, hantu-hantu lokal gantian berlatih perang-perangan. Tentu saja penduduk kota kecamatan itu tidak takut sama sekali Mereka malahan mentertawakan latihan hantu lokal itu. Mereka tertawa terbahak-bahak, serentak, sampai hantu lokal itu malu sendiri. Lalu terbirit-birit kembali ke kuburannya masing-masing.
Yogyakarta, Mei 2002