Hukum Seni Budaya Dalam Islam

Hukum Seni Budaya Dalam Islam

Pertanyaan Dari:

Ayi Abdul Rozak, Tanjung Gading, Asahan, Sumatra Utara (disidangkan tahun 2004)

Pertanyaan:

Sejauh mana pandangan Islam tentang Seni Budaya (musik, tari, dan MTQ yang selalu diperlombakan itu)?

Jawaban:

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa yang dikatakan kebudayaan itu adalah hasil cipta budi dan daya ummat manusia sendiri. Masyarakat tumbuh oleh kebudayaan, tak mungkin ada kebudayaan tanpa masyarakat dan tiap masyarakat melahirkan kebudayaannya sendiri. Sedangkan kesenian itu, baik musik, tari, lukis, dan sebagainya ialah penjelmaan rasa keindahan umumnya, rasa keharuan khususnya, untuk kesejahteraan hidup. Rasa itu disusun dan dinyatakan oleh pikiran, sehingga ia menjadi bentuk-bentuk yang dapat disalurkan dan dimiliki.

Keindahan dalam segala hal, dan bagi kehidupan ummat manusia dituntut oleh agama Islam untuk mencintai keindahan itu, dan itu telah menjadi fithrah manusia. Rasulullah saw bersabda:

أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: اْلمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ وَ اْلمَسْكَنُ اْلوَاسِعُ وَ اْلجَارُ الصَّالِحُ وَ اْلمَرْكَبُ اْلهَنِيءُ [رواه ابن حبان في صحيحه]

Artinya: “Empat perkara termasuk dalam kategori kebahagiaan: wanita yang shalihah, rumah yang luas/lapang, tetangga yang baik, dan kendaraan yang menyenangkan.” [HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya]

Di dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya, Rasulullah saw bersabda:

إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ . [رواه مسلم]

Artinya: “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, ia menyukai keindahan.” [HR. Muslim]

Di dalam hadits yang lain lagi yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Iman Abu Dawud, Nabi saw bersabda:

زَيِّنُوا اْلقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ. [رواه البخاري وأبو داود]

Artinya: “Hiasilah Al-Qur’an itu dengan suaramu. Bukanlah ia golongan kami, siapa-siapa yang tidak melagukan (bacaan) Al-Qur’an.” [HR. al-Bukhari dan Abu Dawud]

Di dalam kitab Fathul-Bari, Syarah Shahih al-Bukhari, disebutkan:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ تُغَنِّيَانِ بِغِنَاءِ بُعَاثَ فَاضْطَجَعَ عَلَى الْفِرَاشِ وَحَوَّلَ وَجْهَهُ وَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَانْتَهَرَنِي وَقَالَ مِزْمَارَةُ الشَّيْطَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَم فَقَالَ دَعْهُمَا فَلَمَّا غَفَلَ غَمَزْتُهُمَا فَخَرَجَتَا. [رواه البخاري]

Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah ra, beliau menjelaskan, telah masuk kepadaku Rasulullah saw sementara bersama saya terdapat dua orang gadis sedang bernyanyi dengan Bu’ats, lalu Rasulullah saw berbaring di atas tikar sambil memalingkan mukanya. Dan masuklah Abu Bakar, lalu ia membentak aku sambil berkata: “Serunai syaithan di sisi Nabi saw?” Lalu Rasulullah menghadapkan mukanya kepada Abu Bakar, sambil berkata: “ Biarkanlah mereka bernyanyi (hai Abu Bakar)”. Dan manakala Rasulullah saw tidak ada perhatiannya lagi, keduanya saya singgung (sentuh), lalu mereka keluar.” [HR. al-Bukhari]

Di dalam riwayat yang lain disebutkan dengan redaksi:

تُغَنِّيَانِ بِدُفَّيْنِ

Artinya: “Kedua gadis itu bernyanyi dengan memukul rebana.”

Dengan memperhatikan dalil-dalil tersebut di atas, maka seni budaya (yang baik), baik berupa musik atau tari-tarian yang sopan yang tidak mengundang atau membangkitkan nafsu syahwat, dibolehkan dalam Islam. Apalagi musabaqah tilawah Al-Qur’an, lebih-lebih lagi diperbolehkan, apalagi kalau hal itu dipakai sebagai sarana untuk mendakwahkan agama Islam.

 

Wallahu a’lam bish shawwab

 

—————————————–
Semua pertanyaan dijawab oleh Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah
e-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com

 

Exit mobile version