Yogyakarta-Jenderal Besar Raden Sudirman merupakan perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Lahir di purbalingga dan besar dalam asuhan sang paman, menjadikannya tumbuh sebagai siswa yang tekun dan rajin. Salah satu nilai lebih dari sosok yang dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional itu adalah keaktifan di kegiatan organisasi, utamanya kepanduan Muhammadiyah, Hizbul Wathan. Tak hanya itu, keaktifannya di Muhammadiyah ditunjukkan ketika menjadi seorang guru sekolah dasar Muhammadiyah dan menjadi anggota Pemuda Muhammadiyah.
Atas berbagai pertimbangan itu, ketua Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah Dr Ari Anshori M Ag menyatakan, sosok Sudirman merupakan profil ideal seorang kader Muhammadiyah. “Beliau disiplin, giat, berorganisasi, aktif di kepanduan, menjadi guru di sekolah Muhammadiyah, memiliki jiwa pendidik. Itulah bekal yang menjadikannya panglima angkatan perang,” ujarnya dalam seremonial pembukaan Rapat Kerja Nasional Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah pada Kamis siang (29/4/2016) di Gedung PPPPTK Matematika, Condong Catur, Depok, Sleman.
http://devsm.smitnetwork.com/berita/2016/04/30/dahlan-rais-ha…diyah-ditambah/
“Ketika mau berangkat perang, Siti Alfiah istri Jenderal Sudirman tidak serta merta menyetujui, karena Jenderal Sudirman mengalami mata rabun, kakinya pernah terkilir, dan sakit-sakitan. Sudirman meyakinkan istrinya dan mengambil air wudhu lalu solat tahajud,” katanya.
http://devsm.smitnetwork.com/berita/2016/04/29/rakernas-mpk-konsolidasi-arah-program-dan-kegiatan/
Ketua MPK menguraikan bahwa ada beberapa profil yang bisa diteladani oleh segenap kader dari seorang Jenderal Sudirman. Pertama, berjiwa militan. Kedua, mempunyai kompetensi. Menurutnya, “Beliau mampu merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Mampu menyusun taktik di pertempuran di Ambarawa. Mampu melaksanakan perang gerilya.”
http://devsm.smitnetwork.com/berita/2016/04/30/haedar-nashir-…u-di-abad-ke-2/
Profil ketiga adalah tentang jaringan yang dipunyai oleh Jenderal Sudirman. Beliau mampu bekerja bersama rakyat. Keempat, amal soleh. Meskipun dalam kondisi sulit, beliau tidak pernah meninggalkan berpuasa dan amal-amal lainnya. “Beliau memilih perang dibanding perundingan yang merugikan bangsa,” ungkapnya. (Ribas/gsh)