Zuly Qodir Kritisi Jaringan Islam Liberal

Zuly Qodir Kritisi Jaringan Islam Liberal

YOGYAKARTA, (suaramuhammadiyah.com)Sosiolog Muhammadiyah, Zuly Qodir menyampaikan beberapa kritik kepada institusi Jaringan Islam Liberal (JIL) dalam acara Kajian Malam Sabtu (Kamastu) Angkatan Muda Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (AMM DIY). Kajian rutin yang mengangkat tema “15 Tahun Jaringan Islam Liberal, Gagasan Pemikiran dan Kritik Terhadapnya” pada Jumat (29/4) di Gedung PWM DIY, menghadirkan Zuly Qodir dan Robby Habiba Abrar sebagai pembicara. Keduanya membedah fenomena, landasan, gagasan pemikiran, serta dampak positif-negatif JIL bagi umat.

Dalam paparannya, Zuly Qodir membedakan antara Islam Liberal sebagai suatu wacana pemikiran dengan Jaringan Islam Liberal sebagai sebuah institusi. Dosen UMY ini menyebutkan data secara komprehensif tentang Jaringan Islam Liberal yang muncul sejak awal tahun 90-an. “Kritik saya sejak tahun 2004 lalu kepada JIL antara lain bahwa seringkali Jaringan Islam Liberal tidak mentoleransi pendapat yang berbeda dengan pemikiran Jaringan Islam Liberal, walaupun JIL selalu mewacanakan toleransi dan pluralisme,” ujarnya.

Selain itu, pemikiran yang dilontarkan oleh anggota JIL sering menyebabkan shock dan kekagetan di tengah-tengah umat. Menurut Zuly Qodir, tidak dipungkiri bahwa salah satu skill dan wilayah kerja JIL adalah mereproduksi gagasan melalui forum ilmiah, seminar, berpidato, dan menulis. Namun patut disayangkan ketika gagasan penyegaran pemikiran Islam ala JIL justru sangat elitis dan tidak memberi konstribusi yang berarti bagi umat di akar rumput. “Jaringan Islam Liberal sering tidak memikirkan dampak psikologis terhadap umat. Bahkan yang dibahas di JIL cenderung tidak penting bagi umat,” kata anggota Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah itu.

Di bagian lain, Zuly Qodir juga mengkritik sikap prasangka buruk (su’udhon) dari sebagian kalangan muslim terhadap wacana dan tokoh yang dituduh sebagai aktivis Islam Liberal. “Yang ada di benak kebanyakan orang, Islam liberal itu adalah mereka yang melakukan free sex, mabuk-mabukan, tidak mengerti al-Quran dan Hadis, tidak percaya hari akhirat, dan tidak menghargai institusi keluarga,” ungkapnya berdasarkan hasil survei kepada para mahasiswa di beberapa kampus di Yogyakarta.

Bagi Zuly, pendapat dan asumsi umum itu tidak bisa dibenarkan. “Padahal mereka sama sekali tidak seperti itu, bahkan boleh jadi sebagian yang dituduh liberal itu lebih taat dari kita. Yang dilakukan oleh para aktivis Islam Liberal adalah memaksimalkan potensi akal untuk menafsirkan teks, membuka pintu ijtihad, memahami teks sesuai dengan konteks zaman, menurut asbabul nuzul dan asbabul wurudnya. Bagi JIL agama Islam tidak bertentangan dengan akal, ilmu pengetahuan, demokrasi, HAM. Islam itu menghargai keragaman, kebebasan, dan tidak ada paksaan,” katanya.

Menurutnya, sikap su’udhon dan hanya menerima informasi secara sepihak samasekali bukanlah ciri Islam berkemajuan. Seharusnya, yang dikedepankan adalah sikap tabayyun, melakukan check dan recheck. Dalam kenyataannya, banyak informasi simpang siur justru dikonsumsi dan disebarluaskan ke banyak kalangan tanpa pernah melakukan klarifikasi, apalagi melakukan dialog secara langsung.

Di bagian lain, Zuly Qodir juga mengingatkan supaya siapapun bisa bijak dalam menanggapi berbagai gagasan dan wacara pemikiran. “Ketika ada gagasan atau buku, jika tidak setuju harusnya ditanggapi dengan menulis buku yang serupa. Bukan ditanggapi dengan sikap reaksioner, yang jauh dari ciri berkemajuan.” (Ribas)

———————————————–

BACA JUGA;   Islam Autentik dan KHA Dahlan , Membangun Umat Islam Yang Berkemajuan

Exit mobile version