SUARA MUHAMMADIYAH–Sebagai seorang sekretaris, Fachrudin mengatur pekerjaannya dengan teliti dan cermat. Dan ketika beliau sebagai wakil ketua, dia pegang teguh ketentuan-ketentuan organisasi. Dia hafal di luar kepala seluruh materi dalam Statuten (Anggaran Dasar) Muhammadiyah. Pada suatu ketika, tahun 1925 dia panggil seorang pemuda ke rumahnya untuk bercakap-cakap. Pemuda itu bernama Yunus Anis, seorang mubaligh Muhammadiyah yang rajin, yang nantinya menjadi salah seorang pemimpin dan orang penting di Muhammadiyah. Pemuda itu diberinya pelajaran tentang tehnik dakwah dan berorganisasi. Serta ditanamkan kesadaran bagaimana pentingnya mengerjakan pekerjaan fardhu kifayah. Sesudah itu, Fachrudin bertanya, “Sudahkah engkau menjadi anggota Muhammadiyah?”, Yunus Anis gelagapan sejenak, lalu menjawab, “Belum!”
Fachrudin membelalakkan mata, lalu berkata lagi, “Ha…? Mana bisa, engkau sudah pernah menjadi guru Muhammadiyah, sudah menjadi pengurus Muhammadiyah Cabang Betawi. Malah Ketua Bagian Taman Pustaka dan Bagian Tabligh. Masya Allah!”
Yunus Anis masih menjawab, “Tapi dalam hati saya sudah merasa menjadi anggota. Dan saya sudah berbuat untuk Muhammadiyah. Yang pentingkan, kerjanya!”
“Tidak!”, tukas Fachrudin. “Menjadi anggota harus lahir dan bathin. Muhammadiyah tidak cukup hanya di bathin saja. Harus menjadi anggota lahir-bathin. Harus bekerja lahir-bathin dan harus mengikuti peraturan Muhammadiyah!”
Beberapa hari kemudian, sesudah peristiwa itu, Yunus Anis menemui Fachrudin kembali, menyampaikan bahwa ia sudah mendaftarkan diri menjadi anggota Muhammadiyah. Mendengar itu Fachrudin bertanya, “Sudahkah engkau punya Statuten (Anggaran Dasar) Muhammadiyah?”
“Sudah”, jawab Yunus Anis, “Bahkan banyak dan sering saya bagi-bagikan kepada kawan-kawan yang membutuhkannya”.
“Sudahkan engkau baca seluruhnya dari A sampai Z?” tanya Fachrudin lagi.
“Saya sudah baca, tapi belum tamat. Karena saya ambil yang perlu-perlu saja. Dan saya cari pasal-pasal tertentu bila menemui kesulitan”, jawab Yunus Anis.
Sekali lagi Fachrudin membelalakkan mata, lalu berseru, “O, jadi dalam Statuten Muhammadiyah banyak masalah yang tidak perlu?”
Sekali lagi Yunus Anis gelagapan. Fachrudin mengambil Statuten Muhammadiyah dari dalam lemari, lalu diberikan kepada Yunus Anis dan menyuruh membacanya. Yunus Anis membacanya sampai selesai, diselingi pertanyaan dan penjelasan dari Fachrudin.
Beberapa hari kemudian, Yunus Anis pun hafal isi Statuten itu dan mampu memberikan penjelasan seperlunya. Dan Yunus Anis juga yang nantinya menjadi Sekretaris Hoofdbestuur Muhammadiyah untuk beberapa periode. Dimulai dari periode KH Ibrahim.***