Oleh: Mustofa W Hasyim
SUARAMUHAMMADIYAH.COM– Ketika Pileg dan Pilpres dua tahun berlalu terasa sekali kalau banyak desa-desa kita telah berubah menjadi desa politik. Di desa ini politik menjadi panglima kehidupan. Ini menyiratkan kalau strategi floating mass atau massa mengambang yang dilakukan Orde Baru telah tidak berbekas lagi. Kondisi desa, secara politik menjadi mirip yang terjadi pada tahun 1950-1960an. Tentu ada plus minus jika sebuah desa menjadi desa politik. Akan tetapi banyak masalah akan muncul ketika sebuah desa menjadi desa politik banget, dalam arti menjadi desa politik yang berlebihan. Kalau salah menangani, bisa-bisa terjadi kerusakan sosial di desa ini. Dan untuk ndandani atau memerbaiki desa yang demikian, diperlukan upaya yang rumit dan berat.
Ndandani desa yang sudah ’rusak’ karena menjadi desa politik memang sulit. Sebab desa politik warganya sudah tercabik-cabik kesadaran komunalnya. Desa politik juga ditandai dengan fragmentasi kelompok, segmentasi kepentingan, dan kehilangan perspektif atau orientasi waktu (kemarin, hari ini, masa depan). Desa politik juga mengalami kemiskinan bahasa, hanya tersisa bahasa harta, bahasa uang dan materi. Desa politik cenderung warganya mengalami kemacetan dalam mobilitas spiritualnya, dan kehilangan kemampuannya untuk melakukan transformasui kulturalnya. Yang paling mengerikan, desa politik pada puncaknya akan mengalami hampa makna dan hampa nilai. Yang tersisa hanya peristiwa-peristiwa, kejadian-kejadian yang tidak terpahami lagi.
Untuk didandani menjadi desa pendidikan, maka desa politik perlu digerakkan atau diubah menjadi (1) desa sosial, lalu bergerak menjadi (2) desa kultural, lalu bergerak menjadi (3) desa ekonomi (produktif ), digerakkan lagi menjadi (4) desa santri (mandiri dan independen).
Desa sosial adalah desa yang ditandai oleh kerukunan dan keguyuban pergaulan. Warganya saling menjaga spirit kebersamaan. Komunalitas kehidupan terasa kental. Tanda paling lahiriah, warga desa saling mengenal sampai ke anak cucunya.
Desa kultural adalah desa yang telah menemukan jati dirinya, tahu sejarah, tahu potensi kultural (nilai-nilai luhur dan arif lokal) yang dimiliki dan memiliki kemampuan mengekspresikan nilai kultural itu lewat karya ekspresi budaya yaitu kesenian, upacara adat dan upaya pelestarian nilai dan lingkungan yang khas.
Desa ekonomi adalah desa yang mandiri dan produktif secara ekonomi. Memiliki kemampuan untuk menjaga kelestarian alam sebagai sumber bahan baku, mampu mengolah bahan baku lewat proses produksi yang berkualitas, dan mampu menjualnya ke pasar-pasar. Warga desa ekonomi mampu melakukan penetrasi pasar untuk menjual produknya. Modal utama yang digerakkan di desa ekonomi adalah ide dan sumber daya manusia.