SUARA MUHAMMADIYAH. Bangsa Indonesia mempunyai potensi besar untuk maju bahkan untuk memimpin peradaban dunia. Potensi itu ada, namun kenyataan saat ini, bangsa ini tidak lagi disejajarkan dengan Singapura atau Malaysia.
Malaysia dan Singapura saat ini bukan lagi saingan kita, tapi saingan kita saat ini adalah Laos maupun Kamboja. Menyedihkan memang.
Kenyataan pahit tentang kondisi bangsa Indonesia ini diungkapkan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dr H Haedar Nashir saat memberi pengantar pada acara Konsolidasi Nasional Muhammadiyah yang bertema “Mewujudkan visi Muhammadiyah 2020 di tengah dinamika Nasional dan Global” Ahad (22 Mei 2016) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Menurut Haedar, potensi bangsa yang luar biasa ini tidak bisa dioptimalkan karena dua hal, pertama bangsa ini mudah luruh dan larut dalam suatu masalah yang berlarut. Masalah kecil pun bisa menyita seluruh tenaga dan pikiran bangsa. Misalnya kasus terorisme, heboh di mana-mana tapi penyelesaiannya begitu-begitu saja, tak kunjung ada ujungnya.
Yang kedua, bangsa ini terjebak dalam ritual-ritual seremonial yang kebablasan. Seremoni itu memang penting, tapi kalau sudah kebablasan bisa menghambat kemajuan. Misalnya, bangsa ini sangat senang kalau ada acara jalan kaki dari Sabang-merauke, terkesan heroik. Para budayawan pasti tidak akan kehabisan sudut pandang dalam mengulasnya, tapi kalau terlalu sering juga akan menghabiskan energi dan tidak akan membawa banyak manfaat. Energi kita sebagai bangsa akan habis hanya untuk ceremoni.
Kebiasaan itu harus diubah, solusinya adalah Indonesia yang berkemajuan.
Muhammadiyah sudah mempunyai semua gagasan itu sejak Tanwir Samarinda dan dikukuhkan saat Muktamar Makassar. Dokumen yg luar biasa tidak boleh berhenti menjadi sekedar dokumen.
“Virus Indonesia berkemajuan itu harus ditularkan dan disebarluaskan ke seluruh anak bangsa Indonesia” tandas Haedar. (Sm)