YOGYAKARTA. suaramuhammadiyah.com— Tidak adanya kalender pemersatu umat Islam, menjadi perhatian serius bagi Prof. Dr. Syamsul Anwar M.A. Betapa tidak. Dalam pandangan Syamsul, “raibnya kalender pemersatu seperti ini akibatnya berupa kekacauan dalam penentuan hari-hari penting keagamaan dan ibadah Islam seperti awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah”. Ia menambahkan: “padahal ibadah mahdah (khusus) harus dikerjakan pada waktu yang telah ditentukan untuk mengerjakannya.”
Contoh kongkrit kekacauan ibadah umat Islam, terjadi pada tahun 2014. “Di seluruh dunia, terdapat tiga hari berbeda dalam pelaksanaan Idul Adha. Ada yang merayakannya pada hari Sabtu, 4 Oktober 2014; Ahad, 5 Oktober 2014; dan Senin, 6 Oktober 2014. Sementara jama’ah Haji berwukuf di Arafah pada hari Jum’at, 3 Oktober 2014,” terangnya pada peserta Seminar Upaya Penyatuan Kalender Hijriyah untuk Peradaban Islam Rahmatan lil’ Alamiin di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, (18/5).
Syamsul mengakui, bahwasanya terdapat kalender lokal yang berlaku di masing-masing komunitas Muslim. “Ada ragam kalender dengan kriteria yang berbeda, misalnya milik Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama’, Mansyuriah, Jawa Islam, dan juga Takwim Kemenag,” tambahnya. Sebenarnya ada lagi kalender Hijriah tabular (urfi) yang mampu menyatukan seluruh dunia. “Hanya saja tidak memenuhi ketentuan syar’i, karena terkadang mendahului gerak faktual bulan di langit. Bisa pula sama, dan kadang terlambat,” jelasnya.
Selain itu, kalender Hijriyah urfi, seringkali mematok usia bulan Ramadhan secara tetap. Yakni pada kisaran 29 dan 30 hari. “Padahal Rasulullah SAW, berpuasa di bulan Ramadhan, terkadang 29 hari atau 30 hari,” papar ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini. Hanya saja, untuk mewujudkan kalender Islam tersebut, akan ada hambatan yang dilalui. Seperti pandangan fikih kebanyakan fuqaha’. “Kuatnya orientasi rukyat tercermin pada kebanyakan ahli fiqih. Padahal rukyat tidak memungkinkan membuat kalender dan menyatukan jatuhnya hari ibadah secara serentak, karena kaveran rukyat di muka bumi pada visibilitas pertama adalah terbatas,” pungkasnya. (GR)