SUARA MUHAMMADIYAH, KH Ahmad Badawi lahir di Kauman, Yogyakarta tanggal 5 Februari 1902. Ia dari keluarga yang taat beragama. Kampung kelahirannya pun oleh masyarakat sudah dikenal sebagai kampung santri, kampung Islam. Karena di kampung ini telah sekian lama tegak berdiri Masjid Agung atau Masjid Kasultanan Kraton Yogyakarta. Ia tujuh orang bersaudara. Ayah mereka bernama KH Muhammad Faqih, seorang alim yang dalam ilmu pengetahuan agamanya, sesuai dengan namanya.
Pada masa kanak-kanak, Ahmad Badawi mendapat pendidikan agama langsung dari orangtuanya. Sesuai dengan zamannya, ia tidak mengikuti pendidikan di sekolah formal. Tapi, ia bersama dengan teman-teman sebayanya masuk Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, Jawa Timur. Tremas menjadi tempat pilihan untuk menuntut ilmu dan mempelajari Islam. Maka banyak orangtua mengirimkan anak-anaknya ke Tremas. Sekitar tahun 1970, penulis pernah diajak para ulama Muhammadiyah ke Tremas untuk menghadiri Reuni Alumni Pondok Tremas. Antara lain hadir KRH Hadjid dan Prof Dr HA Mukti Ali, sebelum menjadi Menteri Agama.
Ahmad Badawi tulisannya bagus. Tulisan Arab dan khathnya indah dan rapi. Demikian pula tulisan Latinnya. Ia ahli fiqh dan lebih khusus lagi faraidh (hukum waris). Karena itu, ia sering dimintai tolong oleh masyarakat, baik kerabat maupun tetangga, untuk penyelesaian urusan warisan. Ia pun giat melakukan kajian dan memberi pengajian. Keahlian lainnya lagi, ia ahli falak atau hisab. Pantas, ia pernah menjadi Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah.
Dalam membangun hidup berkeluarga, KH Ahmad Badawi menikah dengan Hj Siti Zayinah, adik HM Yunus Anis.
Bagi warga Muhammadiyah, nama HM Yunus Anis tentu sudah tidak asing lagi. Sebab, ia pernah menjadi Ketua PP Muhammadiyah periode 1959 – 1962. KH Ahmad Badawi dikaruniai keturunan 11 anak. Salah seorang menantunya, H Bidron Hadi, adalah pakar dalam ilmu hisab atau falak, aktif di Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Di antara anaknya ialah HM Djaldan Badawi yang pernah menjadi Sekretaris III PP Muhammadiyah (1959–1962) dan Kepala Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta sampai akhir hayat.
Anak KH Ahmad Badawi yang masih hidup bernama Drs Ibban Badawi. Kini ia menjadi Sekretaris Umum PP Tapak Suci Putera Muhammadiyah. “Bagaimana kesan anda terhadap dan pesan ayah (almarhum) kepada anda yang tidak dapat dilupakan hingga sekarang?,” tanya penulis kepada mas Ibban. “Ketika ditinggalkan Bapak, saya masih kecil. Kesan saya, Bapak itu bersih, tertib, dan rapi. Bapak selalu menggerakkan anak-anaknya untuk rajin datang dan berjamaah shalat di masjid. Ketika Bapak sedang tidak ada acara keluar, sesudah Maghrib atau Isya’ seluruh keluarga harus berkumpul, berjamaah makan bersama di rumah. Itu beberapa kesan dan pesan Bapak yang tetap saya ingat sampai sekarang,” katanya menjelaskan.Pada awalnya, Ahmad Badawi tidak sepaham dengan KH Ahmad Dahlan. Bahkan, ia mengordinir teman-temannya bila pendiri Muhammadiyah lewat di kampung Kauman diledek dan dicemoohkan. Tapi, ledekan dan cemoohan itu oleh Kiai Dahlan dibiarkan dan tidak ditanggapi. Beliau tetap sabar dan istiqamah.
Demikian mas Ibban menceriterakan kepada penulis apa yang didengar sendiri dari ibunya tentang Bapaknya yang sering mengganggu sebelum masuk Muhammadiyah. Ceritera itu menguatkan tulisan Ahmad Adabi Darban dalam bukunya Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah yang menyebutkan, “Pernah terjadi, ketika KH Ahmad Dahlan dan KH Ibrahim berjalan di kampung Kauman, mereka dikepung oleh para santri yang dipimpin oleh Badawi. Dalam pengepungan tersebut, KH Ahmad Dahlan diejek dan diterbangi. Ia berjalan terus diikuti dengan terbangan dan ejekan.”
Pencerahan yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan, sebagai Sang Pencerah, akhirnya sampai juga kepada Ahmad Badawi. Setelah menjadi santri dan berguru kepada KH Ahmad Dahlan, pada diri pemuda itu terjadi perubahan total. Ia kemudian masuk Muhammadiyah dan menjadi kader yang teguh dan tangguh dalam segala keadaan. Tentu setelah ia memahami Muhammadiyah. Karena itu, ia pun memiliki kemampuan memahamkan Muhammadiyah kepada siapa pun. Melalui Muhammadiyah, ia berjuang dengan sungguh-sungguh. Semangat juangnya membawa Islam yang berkemajuan tak pernah redup dan surut sampai akhir hayat.•