DENHAG, suaramuhammadiyah.id. Laut China Selatan menjadi tranding topic setelah Peradilan Internasional di Denhag memenangkan Philipina atas klaim China selama ini, bahwa hampir seluruh kawasan Laut China Selatan menjadi milik kekuasaan China. Pengadilan Denhag mementahkan klaim China tersebut, bahwa secara kesejarahan China tak memiliki bukti melakukan kontrol eksklusif atas perairan atau sumber daya alam Laut China Selatan.
Atas hasil pengadilan ini, menurut Kantor Berita China Xinhua, China merasa disakiti dan mengatakan tidak terikat akan keputusan itu. China tetap mengklaim hampir semua Laut Cina Selatan, termasuk terumbu karang dan pulau-pulau yang juga diklaim oleh orang lain adalah milik mereka.
Pengadilan di Den Haag mengatakan, China telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina. Ia juga mengatakan China telah menyebabkan “kerusakan parah pada lingkungan terumbu karang” dengan membangun pulau-pulau buatan.
Keputusan itu datang dari pengadilan arbitrase di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang kedua negara telah menandatangani. Putusan mengikat keduanya, tetapi tidak memiliki kekuatan penegakan.
Selain memutuskan sengketa antara China dan Philipina yang dimenangkan Philiphina, pengadilan juga membuat peta kekuasaan negara-negara di sekitar Laut China Selatan atas kawasan Laut China Selatan. Ternasuk di dalamnya kekuasaan Indonesia atas sebagian wilayah Laut China Selatan.
garis merah: klaim kekuasaan china atas Laut China Selatan
garis biru: batas-batas kekuasaan negara-negara di sekitar Laut China Selatan atas kawasan Laut China Selatan.
Hal ini diperkirakan akan membuat ketegangan baru di Laut China Selatan. Sebab AS mengirim sebuah kapal induk dan jet tempur ke wilayah tersebut menjelang putusan. Ini mendorong sebuah editorial marah di Global Times, sebuah surat kabar yang dikelola negara sangat nasionalis, menyerukan AS untuk mempersiapkan “konfrontasi militer” di Laut China Selatan (le).