SUARA MUHAMMADIYAH – Ketika Pak AR ditugaskan ke Aceh, di sana pada waktu itu sedang bergolak. Abu Daud (Tengku Daud Beureueh) melakukan perlawanan dan pergi ke pedalaman (hutan) karena kecewa dengan pemerintah RI (Jakarta).
Meskipun demikian Muhammadiyah di Aceh aman-aman saja, tidak dimusuhi. Sebab yang ditentang oleh Abu Daud adalah pemerintah pusat. Karena itu, Pak AR secara diam-diam menanyakan kepada Pimpinan Muhammadiyah Aceh, apakah bisa dipertemukan dengan Tengku Daud Beureueh untuk bersilaturahmi.
Semula Pimpinan Muhammadiyah Aceh agak keberatan, karena khawatir dicurigai oleh tentara (pemerintah). Tetapi akhirnya dengan sangat hati-hati menyetujui permintaan Pak AR dan mengusahakannya. Rupanya Abu Daud tidak keberatan bahkan beliau mengirim utusan dan sebuah jeep putih untuk menjemput Pak AR. Tentu saja di sebuah tempat yang dirahasiakan.
Dengan jeep itu Pak AR dibawa ke pedalaman untuk bersilaturrahmi dengan Abu Daud. Setelah lebih kurang bertemu satu jam bersilaturahmi dengan Abu Daud, Pak AR diantar kembali ke Kutaraja. Kesimpulan pembicaraan dalam silaturahmi itu Pak AR bisa memahami argumen Abu Daud mengapa melakukan perlawanan terhadap pemerintah RI, dan Abu Daud bisa memahami perjuangan Muhammadiyah.
Satu tahun setalah bertemu dengan Abu Daud di Aceh. Pak Ar mengulang kejadian yang sama di Sulawesi. Pada waktu itu Pak AR ditugasi menghadiri sebuah musyawarah di Sulawesi Selatan – Tenggara (Sulsera). Tempatnya kalau tidak salah di Pinrang.
Waktu itu, sebelum musyawarah, Pak AR minta kalau bisa ingin bersilaturahmi dengan Kahar Muzakar. Ternyata permintaan Pak AR itu juga dipenuhi oleh Pimpinan Muhammadiyah setempat. Singkat kata Pak AR bisa silaturahmi dengan Kahar Muzakar dan kesimpulan silaturami sama, yaitu Pak AR bisa memahami argumen Kahar Muzakar dan Kahar Muzakar juga memahami perjuangan Muhammadiyah. Meskipun demikian sebagai alumni Mu’alimin Muhammadiyah Solo Kahar Muzakar menyumbang dua ekor kerbau untuk menyukseskan musyawarah.