YOGYAKARTA, suaramuhammadiyah.id—Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr Agung Danarto menyatakan bahwa secara garis besar, ada tiga pandangan kaum muslimin tentang sistem politik. Kesemua pandangan itu memiliki argumen tersendiri.
Di hadapan para kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), peserta Darul Arqam Madya (DAM) PC IMM Sleman dari seluruh Indonesia, Kamis (8/9), Agung menyatakan bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan moderat memilih salah satu sistem yang dianggap paling rasional, konstektual dan memberi kemaslahatan lebih besar untuk semua.
Pandangan pertama, kata Agung adalah pandangan bahwa Islam merupakan agama yang mengatur keseluruhan hidup manusia. Bahwa Islam harus menjadi pedoman utuh dalam menjalankan semua aspek kehidupan manusia. Sebagai agama menyeluruh, maka Islam juga mengatur secara jelas tentang ekonomi, sosial, hingga politik. Sistem perpolitikan dalam Islam harus merujuk pada sistem khulafa al-rasyidin.
Pendapat kedua, yaitu kebalikan dari pandangan pertama. Yaitu mereka yang beranggapan bahwa Islam tidak mengatur tentang sistem perpolitikan sama sekali. Dikarenakan tidak ada aturan dalam Islam, maka boleh mengambil dan menerapkan sistem politik manapun.
Ketiga, ungkap Agung, merupakan pandangan pertengahan. Mereka meyakini bahwa Islam memang belum mengatur sistem politik yang baku dan final. Namun tidak dapat disangkal bahwa dalam Islam telah memuat prinsip-prinsip umum atau nilai-nilai dasar yang harus diperjuangkan dalam kegiatan perpolitikan. Terkait dengan sistemnya, maka semua sistem memiliki kelebihan dan kekurangan. Sistem politik manapun memiliki relevansi sesuai dengan konteks ruang dan waktu yang berubah.
Pandangan ketiga yang dipelopori oleh Husein Haikal ini, kata Agung menempatkan Islam sebagai agama yang telah menggariskan tentang tata nilai tentang politik. Seperti nilai-nilai tentang musyawarah, keadilan, kejujuran, bahwa derajat semua manusia sama, keharusan mena’ati dan menasehati pemimpin, hak asasi manusia, dan lain-lain.
“Yang ketiga ini lebih sesuai dengan pilihan Muhammadiyah, bahwa nilai-nilai Qur’an ada, tapi sistemnya Qur’an tidak memutuskan,” kata Agung Danarto. Menurutnya, semua sistem itu sebenarnya akan cocok dan baik sesuai dengan era dan kondisi masyarakat.
Misalkan tentang sistem khalifah, maka untuk konteks hari ini sudah tidak relevan. “Siapa yang menjadi khalifah? Bagaimana cara pemilihan khalifah? Ini menjadi pertanyaan. Dalam konsep khilafah, trias politika (legislatif, eksekutif, yudikatif) menjadi tidak ada. Serba otoriter dan tidak cocok dengan kondisi hari ini,” kata Agung. (Ribas)