JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur yang akan berlaga dalam pilkada DKI Jakarta akhirnya mengerucut pada tiga pasangan calon (paslon). Koalisi Partai PDI Perjuangan mengusung pasangan petahana Ahok-Djarot, koalisi Partai Demokrat mengusung Agus-Sylviana, dan koalisi Partai Gerindra bersama PKS mengusung pasangan Anies-Sandiaga Uno.
Terkait hal itu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengingatkan supaya masyarakat lebih bijak untuk mempertimbangkan pilihannya dan juga menghargai setiap pilihan politik yang berbeda.
Secara kelembagaan, Muhammadiyah menegaskan akan bersikap netral dalam gelaran Pilgub DKI Jakarta. Warga Muhammadiyah dipersilakan menjatuhkan pilihan sesuai kehendak masing-masing secara bebas dan bertanggung jawab. “Bagi kami sebenarnya, siapapun yang memimpin Jakarta, mereka adalah pilihan rakyat,” kata Abdul Mu’ti.
“Sehingga yang kita bangun sekarang adalah bagaimana masyarakat Jakarta ini memilih dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional, memilih dengan analisis yang komprehensif, dan mengembangkan sikap saling menghormati di antara masyarakat yang berbeda aspirasi politiknya,” ujar Abdul Mu’ti.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah bidang Pemberdayaan Masyarakat, Lingkungan Hidup dan Zakat Infak Shadaqah, Drs H Hajriyanto Y Thohari MA menguatkan pendapat Abdul Mu’ti. Menurutnya, Muhammadiyah tidak akan terlibat dalam sikap dukung-mendukung salah satu pasangan calon manapun.
“Sudah jelas sekali bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik. Maka dari itu, tidak ikut campur secara langsung proses yang terjadi di Pilkada DKI Jakarta,” kata Hajriyanto saat menghadiri peletakan genteng pertama pembangunan RSI Muhmamadiyah Boja Kendal, Jateng, Senin, (26/9).
Terkait dengan urusan politik, Muhammadiyah menyerahkan sepenuhnya kepada public, termasuk warga Muhammadiyah untuk menjatuhkan pilihan sesuai dengan pertimbangan dan keyakinannya. Hanya saja, kata Hajriyanto, Muhammadiyah memberikan pesan agar dalam memilih senantiasa mempertimbangkan aspek rasionalitas kepentingan masyarakat banyak (Ribas).