YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah—Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modernis terbesar, selalu menampilkan sisi-sisi unik untuk dikaji dalam berbagai perspektif. Keberadaannya yang tidak monolitik membuat para peneliti bisa menemukan banyak kesimpulan berbeda tentang gerakan yang didikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 1912 itu. Menurut Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Prof Jimly Asshidiqie, Muhammadiyah merupakan salah satu gerakan yang paling banyak dikaji oleh banyak orang.
“Meskipun Ahmad Dahlan tidak (banyak) menulis, namun Muhammadiyah paling banyak ditulis orang. Jumlah penelitian disertasi mencapai ratusan. Apalagi tesis dan skripsi, sudah mencapai ribuan,” ujar mantan ketua MK yang juga menjadi penasehat Ranting Muhammadiyah Pondok Labu itu dalam acara bedah buku Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen Di Indonesia, yang diselenggarakan di UMY, pada Kamis (13/10).
Salah satu sisi yang dikaji oleh Alwi Shihab dalam buku yang diterbitkan ulang oleh Suara Muhammadiyah itu adalah terkait dengan hubungan antara Muhammadiyah dan Kristen pada masa kolonialisme. Penelitian yang merupakan karya disertasi Alwi Shibab di Universitas Temple ini ditulis atas saran dan bimbingan Prof Mahmoud Ayoub. Ketika itu, latar belakang sosio-historis Indonesia berada di masa penjajahan Belanda yang menganut agama Kristen.
Menurut Jimly Ashidiqey, Kyai Dahlan mengajarkan tentang makna menulis. Jika tidak menulis, maka pilihan lainnya adalah membuat sebuah karya nyata, sehingga ditulis oleh orang lain. Jimly menekankan bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi yang sudah berusia lebih dari satu abad perlu terus ditulis, sebagaimana dilakukan oleh Alwi Shihab (Ribas).