JAKARTA, Suara Muhammadiyah– Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Indonesia), Yudi Latif mengingatkan supaya para pemimpin agama hadir menyebarkan suara kenabian. Mereka diharapkan menjadi penyejuk dan penyebar kedamaian di tengah-tengah umat. Terlebih di saat situasi seperti sekarang ini.
“Pemimpin agama harus menyuarakan suara kenabian dan profetis. Pemimpin agama tidak boleh diam dan memperparah situasi, tetapi hadir untuk memberikan solusi dan menyejukkan suasana,” Yudi di Jakarta, Kamis (3/11).
Yudi menilai, demonstrasi tanggal 4 November 2016 bukan semata sebagai isu agama terkait dugaan penistaan agama oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Namun juga bergeser menjadi isu politik dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia.
“Persoalannya sudah di luar agama an sich karena sudah bergeser kepada kepentingan politik dan kepentingan-kepentingan lain. Kita tidak bisa menjelaskan dengan penjelasan tipis hanya dugaan penistaan agama oleh Ahok. Tetapi, situasi kronis bangsa kita,” ujar Yudi.
Demokrasi pascareformasi, kata Yudi, telah melahirkan dua masalah. Pertama, ruang kebebasan yang terlalu besar memberikan kesempatan kepada siapa pun untuk mengekspresikan diri, termasuk ekspresi kekerasan. Kedua, munculnya pluralitas tata nilai sehingga agama kadang ditafsirkan sesuai dengan kepentingan masing-masing kelompok dan subjektif.
“Munculnya suatu paham atetisme, di mana ada upaya memperkuat identitas tertentu dengan cara menyingkirkan identitas lain. Kita tidak hidup lagi dalam dalam semangat berbagi tetapi semangat saling menyingkirkan,” kata Yudi.
Menurutnya, kehidupan berdemokrasi tidak lagi menghasilkan peradaban yang mengarah pada penghormatan terhadap hak-hak setiap individu atau kelompok. Demokrasi juga tidak menghasilkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera dan bermartabat.
Oleh karena itu, Yudi mengharapkan tokoh-tokoh agama harus menjadi jangkar untuk menumbuhkan rasa saling percaya, saling menghormati, saling mencintai di antara masyarakat yang multikultur. Tokoh-tokoh agama, ujar Yudi, jangan justru memperkeruh suasana, tetapi harus mencari solusi terbaik untuk mengatasi persoalan bangsa.
Selain itu, bagi para pemimpin politik, Yudi mengharapkan supaya memiliki sikap kenegarawanan dengan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Tidak justru memanfaatkan situasi tertentu untuk kepentingan jangka pendek pribadi dan kelompoknya dengan mengorbankan kepentingan dan kesejahteraan umum.
“Komunitas-komunitas pasar terutama para pemodal besar harus ada kepatutan etis. Jangan terlalu menguasai semuanya sehingga menciptakan kesenjangan yang besar. Jika kesenjangan besar, ikatan sosial mudah retak,” tutur Yudi Latif (Ribas).