JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir menghimbau segenap umat Islam saling berlapang dada dalam menghadapi masalah apapun, demi kepentingan bangsa yang lebih luas.
Lebih kongkret, Muhammadiyah mengajak warga negara untuk menyerahkan kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kepada mekanisme hukum dan tidak perlu melakukan demo yang lebih luas.
“Kami sangat mendukung aparat penegak hukum untuk menegakkan keadilan bagi siapapun yang berbuat salah,” kata Haedar Nashir dalam Refleksi Milad Muhammadiyah ke-104 dan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka) ke-59 di Jakarta, Rabu (23/11).
Baca: Haedar Nashir: Alam Pikir Liberal-Sekuler Telah Merasuk dalam Kehidupan Berbangsa
Haedar berpesan agar umat Islam sebagai elemen mayoritas selalu menjaga keutuhan bangsa, tetap berpikir rasional, menghargai proses hukum dan menciptakan kondisi yang nyaman dan kondusif demi menggapai masa depan bangsa yang lebih baik.
Dalam kesempatan itu, Haedar mengingatkan tentang rendahnya daya saing bangsa Indonesia yang secara global di peringkat ke-37, sementara Singapura di peringkat ke-2, Malaysia ke-18 dan Thailand ke-32, padahal di masa lalu Indonesia memimpin segala hal di Asia Tenggara. Daya saing ini hendaknya terus dikejar oleh berbagai komponen bangsa.
Dibandingkan dengan hanya menguras energi untuk aksi demo dan demo yang tidak produktif, baik yang pro maupun yang kontra, lebih baik menyalurkannya untuk mengembangkan peradaban bangsa yang berkemajuan. Keadaan itu ditandai dengan masyarakat yang cinta ilmu pengetahuan.
Baca: Milad Muhammadiyah 104, Haedar Nashir: Muhammadiyah Sedikit Bicara, Banyak Berpikir dan Bekerja
Haedar menyindir keadaan masyarakat hari ini yang lebih mudah diajak untuk berdemo dibandingkan untuk mengembangkan masyarakat ilmu.
“Mengumpulkan orang demo memang lebih mudah, berbeda dengan mengajak orang ke perpustakaan atau mengembangkan ilmu pengetahuan,” katanya.
Haedar mengutip hadis nabi Muhammad tentang banyaknya jumlah umat Islam, tetapi seperti buih. Menjadi mayoritas secara jumlah tetapi belum mayoritas secara kualitas. Padahal yang disukai Allah adalah mukmin yang kuat. Kuat dalam berbagai bidang, baik ilmu pengetahuan, teknologi, maupun ekonomi-sosial-politik.
Baca: Busyro Muqoddas: Agenda 2 Desember Tidak Jelas, Untuk Apa Diikuti
Menurut Haedar, umat Islam jangan terjebak pada persoalan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang berlarut-larut, tetapi lebih memilih bekerja nyata untuk umat dan bangsa. Bangsa ini masih memiliki banyak permasalahan yang harus segera diselesaikan.
“Tidak perlu lagi melakukan demo yang lebih luas. Karena kita akan kehilangan kesempatan yang baik, karena umat dan bangsa membutuhkan kerja kita,” katanya.
Haedar memandang bahwa aksi demo nantinya tidak terjamin kemaslahatannya, malah berpeluang lebih besar kemudharatannya bagi umat dan bangsa.
Baca: Haedar Nashir: Trust dan Integritas adalah Kekayaan Terbesar Muhammadiyah
“Jika fokus dan yang menjadi alasan membela Islam adalah kasus penistaan agama yang kini dalam proses hukum, jangan sekali-kali berbelok arah dan tujuan ke agenda politik lain,” ujar Haedar.
Haedar menghimbau, pasca Konsidasasi Nasional Muhammadiyah yang telah diselenggarakan di Universitas Asiyiyah (UNISA) Yogyakarta pada 17-18 November lalu, warga Muhammadiyah diminta untuk mengikuti kebijakan dan keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai pimpinan tertinggi organisasi.
“Sekali lagi, jangan ikut irama orang dan terprovokasi oleh siapapun. Di wilayah dan daerah pun tidak perlu aksi demo,” tegas Haedar (Ribas).