Majelis Pemberdayaan Masyarakat Inisiasi ‘Sahabat Difabel’

Majelis Pemberdayaan Masyarakat Inisiasi ‘Sahabat Difabel’

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah — Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah menginisiasi pembentukan Sahabat Difabel. Merupakan sebuah komunitas yang memberikan perhatian dan kepedulian pada kelompok penyandang disabilitas. Hal itu mengemuka dalam Diskusi Komunitas Difabel di Aula PP Muhammadiyah Jl KH Ahmad Dahlan Yogyakarta, Jumat (9/12).

Dalam forum yang menginisiasi pembentukan komunitas peduli difabel berbasis kampus itu diikuti oleh 65 mahasiswa. Mereka berasal dari kampus Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan (UAD), dan Universitas Muhammadiyah (UM) Magelang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan Universitas Sunan Kalijaga (UIN SUKA) Yogyakarta.

“Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah memandang perlu menginisiasi sebuah komunitas peduli difabel yang kami sebut ‘Sahabat Difabel’. Kami akan mengajak kampus-kampus Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) melalui mahasiswanya untuk meningkatkan kepedulian terhadap kaum difabel dengan membentuk komunitas ini,” kata salah satu pengurus MPM, Ahmad Rijal.

Rijal menyampaikan tujuan dari pembentukan komunitas peduli difabel di kampus-kampus PTM-PTA itu adalah untuk melahirkan kader-kader pemimpin yang peduli terhadap disabilitas serta mendorong terbentuknya masyarakat inklusi.

Selama ini, kata Rijal, penyandang disabilitas masih dianggap sebagai masyarakat kelas bawah yang perlu mendapatkan perhatian. Pemerintah melalui dinas sosial masih menempatkan penyandang disabilitas sebagai penyandang masalah sosial sehingga pendekatan yang dilakukan masih bersifat charity dan kuratif.

Padahal dalam United Nation Convention on the Right of Persons with Disabilities (UNCRPD) dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, memandang sama kedudukannya dengan warga yang normal. Kesamaan cara pandang terhadap kaum difabel sebagai manusia seutuhnya harus terus disosialisasikan kepada seluruh elemen masyarakat agar tercipta masyarakat yang inklusi.

Masyarakat inklusi akan menempatkan kaum difabel bukan secara diskrimatif. Kaum difabel akan dianggap sebagai bagian dari komunitas yang mempunyai potensi berkembang dalam segala aspek kehidupan. Untuk itu perlu kiranya mereka diberikan fasilitas yang mendukung untuk pengembangan diri  

Senada, Ketua Pusat Layanan Difabel (PLD) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Arif Maftuhin menandaskan sudah saatnya mengubah cara pandang masyarakat terhadap kaum difabel. Perubahan cara pandang ini akan mengubah persepsi masyarakat terhadap kaum difabel.

Arif Maftuhin mengatakan bahwa selama ini persepsi masyarakat terhadap kaum difabel memandang mereka kaum yang butuh dikasihani, butuh pertolongan. Padahal tidak seperti itu, kaum difabel tidak butuh dikasihani, tetapi mereka ingin mandiri sesuai dengan kemampuannya.

“Difabel adalah kita, mindset terhadap difabel perlu diubah, Jika kita menganggap diri ini sebagai difabel maka kita akan paham dan mengerti bagaimana keadaaan mereka,” kata Arif Maftuhin di hadapan mahasiswadan pengurus MPM (Prasetyo Ardi/Ribas).

Exit mobile version