YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nasir mengungkapkan apresiasi kepada semua umat beragama di Indonesia. Damainya pelaksanaan Natal tahun ini merupakan salah satu bukti bahwa umat beragama di Indonesia merupakan umat yang bisa sangat bertoleransi dan hidup dalam kemajemukan.
“Tentu hal inilah yang normal berjalan selama ini, dan semua umat beragama saling menghormatinya,” ujar Haedar, Senin (26/12). Oleh karena itu, adanya ketakutan berlebihan terhadap ganggungan terror di saat umat tertentu merayakan hari-hari besarnya adalah sikap yang tidak seharusnya dipelihara.
Menurut Haedar, amannya perayaan Natan tahun 2016 ini juga menunjukkan umat Islam sebagai mayoritas telah terbiasa dengan sikap toleran dan dewasa. Sehingga mampu mengayomi yang minoritas.
Oleh karena itu, kata Haedar, perayaan Natal dan berbagai perayaan keagamaan lainnya harus disikapi secara normal, sehingga semua pihak wajar menempatkannya. Tidak perlu berlebihan, seolah-olah Indonesia adalah negara yang tidak bisa toleran.
Adapun adanya indikasi potensi gangguan, yang telah diantisipasi pihak kemanan, menurutnya itu hanya dilakukan oleh oknum tertentu yang tidak bertanggungjawab. Tidak mewakili wajah umat Islam Indonesia yang ramah dan toleran. “Mereka ingin agar hubungan antarumat beragama di Indonesia terganggu,” kata Haedar.
Terkait pengamanan di setiap hari raya keagamaan, menurut Haedar, semua hari raya nasional keagamaan harus disipaki secara proporsional, sebagaimana Natal dan Idul Fitri. Pengamanan sebaiknya dilakukan oleh kepolisian. “Sehingga tidak perlu pengamanan oleh organisasi kemasyarakatan agar suasananya normal dan wajar,” katanya.
Senada, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Aparatur keamanan hendaknya melindungi umat beragama mana pun dalam melaksanakan peringatan hari besarnya serta tidak perlu berlebihan.
‘’Jadi, tidak perlu melibatkan masyarakat dan Ormas tertentu dalam pengamanan karena berpotensi menimbulkan premanisme dan menghidupkan paramiliter,’’ ujar Mu’ti, Jumat (23/12). Pengamanan oleh ormas tertentu justru membenarkan tuduhan seolah-olah umat Islam tidak bisa toleran, dan mendesak diamankan oleh unsur masyarakat (Ribas).