YLBHI: Muhammadiyah Miliki Posisi Strategis dalam Pembelaan HAM dan Hukum

YLBHI: Muhammadiyah Miliki Posisi Strategis dalam Pembelaan HAM dan Hukum

JAKARTA, Suara Muhammadiyah –Muhammadiyah tidak hanya berperan sebagai gerakan keagamaan, namun juga memiliki cakupan gerak yang sangat luas. Termasuk salah satunya keberpihakan pada kaum marjinal. Peran strategisnya dalam memberdayakan berbagai komunitas mustadl’afin dianggap memiliki arti penting bagi rakyat miskin.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, memberi apresiasi atas pembelaan rakyat yang semakin sering dilakukan Muhammadiyah. Menurutnya, Muhammadiyah memiliki posisi yang sangat strategis dalam melakukan pembelaan hak asasi manusia dan hukum bagi rakyat kecil.

“Merasa Muhammadiyah semakin luar biasa melakukan pembelaan terhadap rakyat, dan Muhammadiyah memiliki posisi strategis dalam pembelaan hak asasi manusia dan hukum,” kata Asfinawati saat memberi paparan di ‘Catatan Akhir Tahun, Membela Kaum Mustadhafin’, Kamis (29/12).

Asfinawati menjelaskan, pembelaan itu memang penting mengingat pembangunan yang terjadi belakangan kerap merugikan masyarakat kecil. Kasus terakhir yang menjadi sorotan nasional adalah masalah pembangunan pabrik semen di Pengunungan Kendeng, Rembang. Setelah gugatan warga menang di Mahkamah Agung, pemangku kebijakan di Jawa Tengah mencoba berbagai cara demi membatalkan putusan tersebut.

Kasus lain, kata Asfinawati dapat dilihat dari maraknya penggusuran yang dilakukan kepada rakyat di Jakarta. Penggusuran bukan cuma menimpa pasar ikan tapi tempat tinggal warga.rakyat kecil selalu menjadi korban.

Menurutnya, proyek-proyek besar seakan dipaksakan untuk berlangsung, sedangkan aktor-aktor politik yang dipilih rakyat justru merenggut hak-hak rakyat. “Pimpinan KPK saja dikriminalisasi, jangan heran rakyat, mahasiswa, buruh, petani mendapat kriminalisasi,” ujar Asfinawati.

Pemerintah, lanjut Asfinawati, semakin memperburuk suasana dengan menghidupkan lagi pasal makar, dengan cuma karena ada orang-orang yang menggelar rapat. Kondisi ini tidak berbeda dengan yang terjadi di masa orde baru saat pemerintah mulai memperketat ruang kebebasan, termasuk lewat aparat yang menghentikan diskusi-diskusi publik yang digelar mahasiswa.

Padahal, berpikir atau berpendapat apapun di negara yang menganut demokrasi sah-sah saja. Sehingga akibat dari pembatasan itu berdampak pada sisi kesejahteraan rakyat yang semakin menurun, nalar publik semakin merosot, dan demokrasi di Indonesia yang terancam.

“Apalagi, sekarang aktor-aktor yang sebelum reformasi tega mengorbankan darah rakyat masuk lagi dan menempati posisi penting di pemerintah pusat, termasuk koruptor-koruptor yang masuk lagi di pemerintah daerah,” kata Asfinawati.

Namun di tengah situasi yang memprihatinkan itu, Asfinawati mengaku sangat merasa bangga dan bersuka cita dengan adanya gerakan-gerakan pemberdayaan seperti Muhammadiyah yang terus melakukan pembelaan terhadap rakyat kecil dan termarjinalkan (Ribas/Rol).

Exit mobile version