Oleh: Haedar Nashir
Menurut sejumlah riwayat, Rasulullah sempat sakit beberapa hari sebelum beliau wafat. Nabi yang agung itu bahkan mengunjungi makam para syuhada Uhud, seolah isyarat ingin menyusul para pejuang Islam yang gagah berani itu. Rasul sempat berkata merindukan umatnya yang mempercayai kenabiannya dan mengikuti sunnahnya, tetapi mereka tidak menyaksikan dan berjumpa dengan dirinya.
Ketika Nabi wafat, para sahabat dan kaum muslimin duka luar biasa. Umar Ibn Khattab sempat berkata, “Barangsiapa yang mengatakan Rasulullah telah wafat, maka au akan pancung kepalanya dengan pedangku ini. Nabi tidak wafat, beliau hanya pergi untuk bertemu Tuhannya sebagaimana Musa pergi menemui Tuhannya”. Abu Bakar segera meredakan suasana, seraya berkata, “Barangsiapa yang menyembah Muhammad maka Muhammad telah wafat, dan barangsiapa menyembah Allah maka Allah Maha Kekal”.
Sakit dan mati melekat dengan kehidupan manusia. Sejauh yang menyangkut sakit, diperlukan ikhtiar untuk memperoleh kesembuhan plus senantiasa berdo’a dan sabar dalam menyikapinya. La basa thuhuru insya Allah, semoga tidak apa-apa dengan sakit itu jika Allah menghendaki, demikian tuntunan do’a Nabi. Banyak tuntunan do’a matsurah ketika sakit. Ikhtiar meraih kesembuhan harus dilakukan dengan optimal yang sesuai ilmu kedokteran dan yang dibenarkan ajaran Islam. Selebihnya bertawakal kepada Allah.
Umar bin Khattab belajar menysukuri sakit sebagai jalan untuk bermuhasabah diri. Artinya, ketika diberi sakit, selain ikhtiar dan do’a, belajarlah menerima dengan suasana hati yang sabar dan tidak banyak menyesali maupun meratapi. Siapapun manusia pernah merasakan sakit, sehingga sakit itu sesungguhnya sunatullah. Namun manusia diberi ilmu dan tuntunan hidup agar mencari jalan untuk kesembuhan dan tidak fatalis alias menerima tanpa usaha. Lebih dari itu ada batas qadha dan taqdir.
Demikian dengan kematian. Baik melalui jalan sakit maupun tidak, ajal kematian sudah dipatok Tuhan pasti terjadi pada manusia. Makhluk Tuhan yang lain pun memiliki ujung kematian. Namun manusia tidak ada yang tahu kapan ajal kematian itu tiba, hanya Nabi yang diberi isyarat atas kehendak dan kuasa Allah. Siapapun yang takut dan menjauhi kematian, pada akhirnya akan berjumpa dengan ajal mati, baik suka maupun terpaksa.
Allahu ‘alam, hanya Allah Yang Maha Mengetahui mati, sakit, dan segala apa yang terjadi pada seluruh makhluk-Nya di alam semesta ini. Allah berfirman, “Setiap diri akan mati” (QS Ali Imran: 185). Ajal, sebagai batas usia terakhir yang menandai tibanya kematian, tidak dapat diawalkan maupun diakhirkan. Kematian tidak akan membedakan orang baik dan orang banyak dosa. Manusa sedigdaya Fir’aun pun akhirnya harus menembus kematian. Maka, jangan merasa hebat dan lupa diri menjadi manusia, karena dia tidak akan mampu melewati batas kematian.
Bagi orang beriman, bukan sakit dan kematian yang harus ditakutkan. Tetapi bagaimana mengisi hidup agar bermakna dan memiliki bekal untuk kehidupan setelah mati di akhirat kelak. Sakit dan segala musibah harus dijalani dengan syukur, sabar, dan ikhtiar. Menyongsong kematian pun bagi setiap muslim harus disambut dengan bekal iman dan amal shaleh yang menyelamatkan kehidupan serta membawa hasanah fi-dunya wa al-akhirat.
Sabda Nabi, manusia suka terjebak pada sikap hubb al-dunya wa karahiyat al-maut. Gemar dengan segala kemegahan dunia dan takut dengan kematian. Dunia itu penting dan bermakna, tetapi tidak sedikit manusia terpedaya oleh permainan dunia. Tahta, harta, dan segala kesenangan duniawi tidak menjadikan manusia bertambah iman, syukur, amal shaleh. Malah sebaliknya menjadi takabur, larut, dan kufur nikmat. Akibatnya, hidup menjadi salah kaprah dan salah arah.
Rasulullah di ujung hayatnya ketika memberikan tausyiyah terakhir kepada para sahabat dan kaum muslim di masjid Nabawi, antara lain menyampaikan wejangan: “Wahai manusia, dunia bukanlah pertemuan terakhir kalian denganku. Pertemuan kalian denganku adalah di telaga surga. Demi Allah seolah-olah aku melihatnya dari tempatku ini. Wahai manusia, demi Allah bukanlah kemiskinan yang aku takutkan atas kalian, tetapi yang kutakutkan dari kalian adalah dunia. Kalian berlomba-lomba pada dunia sebagaimana orang-orang sebelum kalian memperebutkannya. Maka, akhirnya dunia membinasakan kalian seperti ia telah membinasakan mereka”.