SUKOHARJO, Suara Muhammadiyah-Bertempat di Gedung B DPRD Sukoharjo, Sabtu, 18 Maret 2017, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menjadi salah satu pembicara dalam Ngaji Kebangsaan; “Tafsir Surat al-Isra Ayat 16”. Selain Haedar, pembicara lainnya adalah ketua DPRD Sukoharjo, Nurjayanto.
Dalam uraiannya, Haedar mengulas tentang ayat yang artinya, “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”
Menurut Haedar, ayat itu menunjuk kepada suatu kaum yang mendurhakai Allah dan pembawa kebenaran. “Allah memberi nikmat kepada suatu kaum, tetapi mereka tidak taat, durhaka kepada Allah, maka berlaku ketetapan Allah untuk menghancurkan bangsa tersebut,” ulasnya. Ayat itu menjadi pembelajaran dan cermin bagi bangsa Indonesia.
Haedar melihat ada beberapa aspek yang bisa diambil pelajaran dari ayat tersebut. Yang paling utama adalah aspek ilahiyah. Bahwa manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya dan tunduk dengan ketentuan-Nya. Sebagai konsekuensi, manusia akan memperoleh ganjaran dan sanksi atas semua yang dilakukannya di dunia. “Menjadi sunnatullah, akan menerima hukuman jika menolak perintah Allah,” ujarnya.
Allah menghadirkan manusia di muka bumi dengan membawa tugas untuk memakmurkan semesta. “Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah agar mampu memakmurkan karunia Alla,” katanya. Oleh karena itu, siapa pun harus sadar perannya sebagai permakmur kehidupan di muka bumi.
Namun dalam kenyataannya, banyak manusia yang melupakan tugas utamanya. Ia justru menjadi pembuat kerusakan di muka bumi, berlaku zalim, dan melanggar aturan. Terutama jika dia berstatus sebagai penguasa. Dalam kondisi ini, jika mereka juga menolak peringatan dari para pembawa kebenaran, maka yang rugi bukan hanya penguasa itu, namun juga seluruh negeri. Mereka akan mendapatkan kehancuran sebagaimana maksud ayat.
Oleh karena itu, Muhammadiyah sebagai gerakan amar makruf nahi munkar harus senantiasa berada di jalan sebagai pembawa kebenaran. Pemuda Muhammadiyah diharapkan ikut serta aktif dalam politik dan menjadi penyeimbang. “Jangan sampai orang-orang yang berbuat makar tersebut menguasai dinamika politik,” katanya. (Ribas)