YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Kasus kekerasan seksual terhadap anak semakin meningkat baik intensitas maupun ragam bentuk kejahatannya. Dalam beberapa pekan terakhir, kasus kekerasan seksual terhadap anak ini terus menjadi sorotan. Berdasarkan data dan informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak, sepanjang tahun 2016 kasus kekerasan seksual pada anak merupakan jenis kekerasan tertinggi dengan jumlah 309 kasus atau sebesar 51% dari total kasus kekerasan yang ada.
Dari survei kekerasan anak Indonesia yang dilakukan oleh Kementerian Sosial bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) serta sejumlah lembaga lain pada tahun 2014 menyebutkan bahwa prevalensi kekerasan seksual pada kelompok laki-laki dan perempuan usia 18-24 tahun tergolong tinggi. Sedangkan jenis kekerasan seksual sebelum umur 18 tahun yang dialami anak laki-laki sebesar 6,36 persen dan anak perempuan sebesar 6,28 persen. Artinya, ada sekitar 400.000 lebih anak Indonesia terkena kekerasan seksual dari total 87 juta anak Indonesia.
Terkait maraknya kasus tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini menyoroti pentingnya perhatian serius dari berbagai pihak dalam menyikapi permasalahan tersebut. Adapun langkah yang ditempuh oleh Aisyiyah dalam mengurangi dan mencegah permasalahan tersebut yakni melalui program Gerakan Aisyiyah Cinta Anak (GACA).
“Dalam konteks kekerasan terhadap anak, kita punya Gerakan Aisyiyah Cinta Anak. Di situ ada banyak program termasuk bagaimana parenting, bagaimana orang tua memahami dan membimbing anaknya, bagaimana hubungan sekitar memandang anak-anak, itu harus paham,” jelasnya kepada suaramuhammadiyah.id, Jumat (24/3).
Selain itu, lanjut Noor, yang tak kalah penting adalah adanya perhatian dari masyarakat. Menurutnya, dukungan masyarakat dalam melakukan perlindungan terhadap anak merupakan hal yang penting dalam mengurangi dan mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual yang ada. Untuk itu, Noor menyampaikan bahwa pihaknya bekerjasama baik dengan pemerintah maupun kelompok-kelompok masyarakat dalam menghadapi permasalahan yang ada serta menyiapkan masa depan yang baik bagi anak.
“Ada kekhawatiran, ketakutan, akan masa depan anak-anak. Kita takut pada masa depan anak kalau hal-hal seperti ini tidak menjadi perhatian. Untuk itu, kerjasama ini meluas. Baik dengan pemerintah maupun kelompok-kelompok masyarakat karena yang kita hadapi sama,” tandasnya (Yusri).