MAGELANG, Suara Muhammadiyah- Maraknya kasus intoleransi beragama yang kerap memicu konflik masih sering dijumpai hingga saat ini. Munculnya ujaran kebencian dan kekerasan berbasis agama menjadi satu persoalan yang kerap mengganggu stabilitas suatu daerah. Berangkat dari hal tersebut, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang (UM Magelang) bekerjasama dengan Polres Magelang dan Kodim 0705 Magelang menggelar seminar pada Kamis (6/4) di UM Magelang. Seminar bertajuk “Kebhinekaan dan Toleransi Beragama” ini diikuti oleh civitas akademika UM Magelang, serta anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Rektor UM Magelang, Eko Muh Widodo dalam sambutannya mengatakan bahwa UM Magelang telah menerapkan azas kebhinekaan. Sebagai pembuka, ia menuturkan bahwa universitas yang dipimpinnya ini menghimpun mahasiswa dari berbagai agama, meskipun mayoritas beragama Islam.
“Seluruh mahasiswa mendapatkan hak yang sama. Mereka mendapatkan hak yang sama dengan mahasiswa yang beragama Islam,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, turut hadir Komandan Kodim 0705 Magelang, Letkol Inf Hendra Purwanasari menyampaikan sambutan dan memberikan piagam kepada peserta.
Sementara itu, Kapolres Magelang, AKBP Hindarsono menyampaikan bahwa pihaknya masih menjumpai banyaknya konflik karena isu agama dan intoleransi yang terjadi di Kabupaten Magelang. Disebutkan bahwa pihaknya berhasil menyelesaikan beberapa potensi konflik intoleransi agama yang ada. Kendati demikian, Hindarsono menghimbau agar masalah-masalah yang berpotensi memicu intoleransi dapat diselesaikan dengan musyawarah.
“Di antaranya kasus pemasangan simbol Yahudi di Gereja Pantekosta Muntilan dan kasus di media sosial terkait posting gambar Al Qur’an digigit babi di Mertoyudan. Masalah tersebut dapat diselesaikan melalui musyawarah antara pihak yang berseberangan,” terangnya.
Lebih lanjut Kapolres menuturkan bahwa salah satu hal yang memacu terjadinya kasus intoleransi ataupun konflik beragama yaitu semakin bergesernya pola hidup berdasarkan kekeluargaan dan kegotongroyongan ke arah kehidupan dengan pola individualitas. Tak hanya itu, ia memaparkan beberapa intoleransi yang dapat memicu konflik antar umat beragama seperti penolakan pendirian tempat ibadah, perusakan tempat ibadah, serta intimidasi yang masih kerap terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Dosen Fakultas Hukum UM Magelang, Dyah Adriantini Shinta Dewi menambahkan, pentingnya sistem hukum yang berlaku dalam aktifitas ketatanegaraan di Indonesia yakni menyangkut substansi, struktur, dan budaya hukum. Menurutnya, unsur substansi tercakup dalam pasal 29 UUD 1945, sedangkan struktur merupakan penyelenggara negara yang wajib mengawal dan mengawasi pasal 29 UUD 1945.
“Adapun budaya hukum menjadi dominan karena bersumber dari perilaku masyarakat untuk saling menghormati perbedaan,” tandasnya (Dem/ Yusri).