YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah– Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto telah menerbitkan Perppu Ormas untuk membubarkan ormas yang dinilai anti-Pancasila dan nilai-nilai keindonesiaan, Rabu (12/7).
Pemerintah, kata Wiranto, memiliki dasar yang kuat untuk menerbitkan Perppu 2/2017, yaitu aturan undang-undang yang tidak lagi memadai. Dalam keterangannya, Wiranto menyatakan ada tiga pertimbangan pemerintah dalam penerbitan Perppu. Pertama, tindakan pemerintah sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 139/puu VII Tahun 2019.
Kedua, terkait aturan hukum yang belum memadai. Menurut Wiranto, perppu bisa diterbitkan untuk memberikan solusi agar tidak terjadi kekosongan hukum. Ketiga, perppu bisa diterbitkan jika kekosongan hukum tersebut tidak bisa diatasi dengan cara membuat undang-undang baru.
Menyikapi hal itu, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan bahwa pembubaran ormas tertentu sah-sah saja dilakukan. “Aturan terkait dengan pembubaran ormas apalagi ormas yang bersangkutan tidak bersesuaian dengan identitas kebangsaan Indonesia yakni Pancasila dan NKRI, atau memiliki karakter anarkis dan mengancam kerukunan, saya kira sah saja dibubarkan demi menjaga Indonesia,” katanya kepada Suara Muhammadiyah.
Namun, kata Dahnil, terkait dengan upaya pembubaran tersebut tentu harus tetap ditempuh dengan cara formal-konstitusional, melalui mekanisme hukum yakni melalui pengadilan.
“Jangan sampai Pemerintah justru bertindak represif seperti era orde baru, karena justru laku seperti itu berpotensi abuse of power dan pasti mengancam demokrasi Pancasila yang sudah kita tata 20 tahun belakangan ini,” tuturnya.
Menurutnya, represifitas terang akan sangat berbahaya, bukan justru ‘mematikan’ ormas yang berideologi atau berlaku tidak sesuai dengan identitas keindonesian, justru mereka bisa melakukan konsolidasi dan memperkuat diri karena merasa didzholimi. Maka, kata Dahnil, jalan hukum harus selalu dipilih dan ditempuh oleh Pemerintah.
“Pilihan soft approach terhadap ormas-ormas yang terindikasi melenceng dari Pancasila, agaknya akan lebih tepat dan efektif, karena soft approach tidak menyebabkan dampak kebencian dan dendam yang kemudian melahirkan kelompok-kelompok radikal baru,” urainya.
Langkah soft approach, sebut Dahnil, bisa dilakukan oleh Pemerintah dibantu oleh organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, HKBP, Nomensen, Walubi, PGI dan organisasi kemasyarakatan lainnya melalui intensifitas dialog, pembinaan secara berkelanjutan.
“Bagi saya upaya hard approach dengan pembubaran tidak akan pernah mematikan ideologi, bahkan jangan-jangan bisa menjadi lebih kuat, karena mereka merasa didzhalimi sehingga melakukan konsolidasi lebih rapi dengan merubah nama. Maka idealnya jalan dialog, pembinaan adalah jalan yang paling ideal, berbeda dengan apabila ada fakta secara hukum mereka melakukan tindakan ancaman dan anarkisme yang merusak Indonesia,” kata Dahnil. (Ribas)