Oleh: Haedar Nashir
Sakit, siapa yang tidak pernah merasakannya? Para nabi utusan Allah pun sakit. Nabi Ayub alaihissalam dikisahkan mengalami sakit bertahun-tahun dan diterimanya dengan penuh kesabaran. Nabi akhir zaman, Muhammad shallahu ‘alaihi wa salam, di ujung hayatnya bahkan sempat sakit keras. Umar bin Khattab menyongsong sakit dengan penuh harap, karena dalam sakit itulah dirinya merasa lebih dekat dengan Allah.
Siapapun tentu tidak ingin sakit dan berikhtiar dengan segenap kemampuan agar tetap terjaga sehat. Harapannya tentu sehat yang penuh, baik fisik atau tubuh maupun non-fisik atau jiwa secera keseluruhan. Sebab tidak sedikit yang jasmaninya sehat, tetapi dirundung banyak masalah sehingga jiwa atau pikirannya sakit. Sebaliknya banyak pula yang ruhaninya sehat tetapi tubuhnya sakit, sehingga mengganggu kestabilan ruhaninya.
Namun sesehat apapun, manusia normal pasti ada sakitnya. Secara medis atau dunia kedokteran tentu setiap sakit ada hukum sebab-akibatntya, kenapa suatu penyakit menimpa seseorang. Lalu, didiagnosis dan dicarikan jalan penyembuhannya sesuai dengan ilmu kedokteran atau ilmu kesehatan yang dipedomani. Semuanya merupakan ikhtiar lahir agar orang terjaga kesehatannya dan tatkala sakit dicarikan sebab-musabab dan cara penyembuhannya.
Bagaimana ketika sakit tidak terhindarkan dan menimpa diri kita? Tentu berlaku hukum ikhtiar untuk berobat atau mencari jalan penyembuhan ke dokter atau rumah sakit. Sementara ikhtiar ruhani ialah menyikapi sakit dengan sykur, sabar, dan disertai do’a agar sakit dihadapi dengan sikap yang positif serta tidak negatif. Ambil hikmah dan pelajaran dari sakit. Belajarlah bersyukur dan sabar atas apapun yang dihadapi dalam hidup, termasuk sakit. Tidak kalah penting bagaimana kian mendekatkan diri kepada Allah ketika sakit disertai segala ikhtiar lahir dan batin.
Nabi mengajarkan sebagaimnana dikisahkan Abi Abdullah Utsman Ibn Abi al-Ash. Suatu kali Abi Abdullah mengeluh kepada Nabi atas rasa sakit yang dieritanya. Kemudian Rasulullah berkata kepadanya, “Letakkan tanganmu pada tempat yang kamu rasakan sakit dari badanmun”. Lalu, bacalah “Bismillah” (“Dengan nama Allah”) sebanyak tiga kali. Kemudian lanjutkan dengan do’a: “A’udzu bi-‘izzatillahi wa qudratihi min syarri ma ajidu wa uhadiru”, artinya “aku berlindung dengan keagungan dan kekuasaan Allah dari segala keburukan yang aku akan dapatkan dan aku takutkan” (HR Muslim). Do’a yang terakhir itu diucapkan sebanyak tujuh kali.
Banyak do’a lainnya yang dituntunkan oleh Rasulullah, sebagai ikhtiar ruhaniah karena Allah-lah Tuhan Yang Maha Penyembuh. Meski begitu jangan beranggapan manakala terus berdo’a dan masih tetap sakit kemudian beranggapan do’anya tak terkabul. Penyakit memiliki hukumnya sendiri, begitu pula do’a. Pemakbulan do’a mapun kesembuhan sakit tidaklah sesederhana sebagaimana pikiran matematis. Hidup sebagaimana sakit itu bisa sederhana, seringkali juga kompleks. Dalam sakit juga ada Sunatullah.
Bagaimana dengan orang yang sembuh? Ada kewajiban moral yang harus ditunaikan oleh orang-orang yang sembuh ketika menemukan saudara atau sahabat atau siapapun dari lingkungannya sedang ditimpa sakit, yakni menjenguk dan mendo’akan. Ringankan kaki untuk mudah menjenguk orang sakit. Jangan banyak alasan untuk menengok orang sakit, lebih-lebih kerabat, sahabat, tetangga, dan saudara terdekat.
Bagi kerabat dan keluarga, bahkan ada kewajiban utama merawat anggota atau saudara yang sakit. Rawatlah dengan penuh ketulusan, kesabaran, dan pengkhidmatan. Jangan mengeluh tatkala merawat orang sakit. Pahala dan berkah dari Allah menyertai siapapun yang merawat saudara atau anggota keluarga yang sakit. Jangankan yang merawat, bahkan siapapun yang meringankan langkahnya menjenguk orang sakit, di sana berkah dan karunia Allah menanti.
Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah dan diriwayatkan Muslim dikisahkan. Bahwa Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT berkata pada hari kiamat, “Wahai anak Adam, Aku sakit dan kalian tidak menjengukku”. Anak Adam itu bertanya, “Wahai Tuhan, bagaimana aku membesuk-Mu, padahal Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?”. Dia berkata, “Apakah kamu tidak tahu bahwa hamba-Ku si Fulan sakit dan kamu tidak menjenguknya? Tidakkah kamu tahu andaikan kamu membesuknya niscaya kamu akan dapatkan Aku di sana?”