YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menyarankan Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait dengan Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Selain untuk memperkuat Permendikbud nomor 23 tahun 2017, Perpres ini diharapkan juga bisa menyudahi polemik.
“Agar polemik tentang sekolah 5 hari tidak berlarut-larut, maka presiden hendaknya segera menerbitkan Perpres tentang penguatan pendidikan karakter melalui sekolah 5 hari,” kata Abdul Mu’ti, Selasa (8/8/2017). Presiden juga diminta untuk segera mengundang beberapa kementerian terkait guna membahas rancangan Perpres. “Presiden bisa segera mengundang kementerian terkait. Jika dibiarkan berlarut- larut, dikhawatirkan dapat menimbulkan ketegangan di masyarakat,” tuturnya.
Menurutnya, agak berlebihan jika penerapan 5 hari sekolah dinilai mengancam keberadaan madrasah diniyah. Menurutnya, kebijakan 5 hari sekolah adalah kebijakan strategis dalam memperkuat pendidikan karakter. Oleh sebab itu PP Muhammadiyah mendukung kebijakan yang dikeluarkan mendikbud tersebut.
“Sejak awal Muhammadiyah mendukung sepenuhnya kebijakan sekolah 5 hari yang akan diberlakukan oleh pemerintah. Hal ini dilakukan karena untuk kepentingan strategis memperkuat pendidikan karakter,” ujar Mu’ti.
Guna mendukung program PPK, PP Muhammadiyah menginstruksikan semua lembaga pendidikan yang dikelola Muhammadiyah untuk menyesuaikan dengan aturan tersebut. Penyesuaian dilakukan dari sekolah umum hingga madrasah diniyah.
“Muhammadiyah melihat ada pihak tertentu yang mempolitisasi kebijakan sekolah lima hari. Agak berlebihan jika ada pihak-pihak yang terlalu mengkhawatirkan pelaksanaan sekolah lima hari akan mematikan madrasah diniyah,” ulasnya.
Sebelumnya, Kemdikbud menyatakan bahwa implementasi PPK menitikberatkan pada lima nilai utama, yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan integritas. Penerapan itu disesuaikan dengan pengaturan hari sekolah melalui Permendikbud nomor 23 tahun 2017.
Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan bahwa penguatan karakter tersebut tidak berarti siswa akan belajar selama delapan jam di kelas. Namun, siswa akan didorong melakukan aktivitas positif yang menumbuhkan budi pekerti serta keterampilan abad 21. Tak hanya di sekolah, tetapi juga di lingkungan seperti surau, masjid, gereja, pura, lapangan, museum, taman budaya, sanggar seni, dan tempat-tempat lainnya dapat menjadi sumber belajar.
“Proporsinya lebih banyak ke pembentukan karakter, sekitar 70 persen dan pengetahuan 30 persen,” kata Mendikbud. Guru wajib mengetahui dan memastikan di mana dan bagaimana siswanya mengikuti pelajaran agama sebagai bagian dari penguatan nilai relijiusitas. Guru wajib memantau siswanya agar terhindar dari pengajaran sesat atau yang mengarah kepada sikap radikal dan intoleransi.
Kekhawatiran sebagian pihak bahwa kebijakan ini dapat menggerus adanya madrasah diniyah dinilai Mendikbud tidak beralasan. Sebab, justru dengan semakin banyak waktu siswa belajar, maka madrasah diniyah dapat diintegrasikan dengan pembentukan karakter. Madrasah diniyah justru diuntungkan karena akan dijadikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat bersinergi dengan sekolah dalam menguatkan nilai karakter religius. Dalam program PPK, pendidikan memberikan porsi yang seimbang pada tri pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pendidikan madin mencakup salah satu item dalam pendidikan berbasis masyarakat. (Ribas)