PALANGKARAYA, Suara Muhammadiyah-Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir membuka secara resmi perhelatan Tanwir II Pemuda Muhammadiyah di Stadion Mantikei, Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada Senin, 27 November 2017. Prosesi pembukaan Tanwir yang mengusung tema “Integritas dan Produktivitas Kaum Muda untuk Keadilan Sosial” itu turut didampingi oleh Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak dan ketua MPR RI Zulkifli Hasan.
Dalam amanatnya, Haedar Nashir mengatakan bahwa bangsa Indonesia membutuhkan tanwir. “Indonesia akan menjadi negara yang berkemajuan jika ada tanwir. Tanwir itu berasal dari kata nawwara-yunawwiru, artinya menyinari, memberi sinar terang,” ulas Haedar.
Agenda pencerahan (tanwir), kata Haedar, harus bisa membawa visi pencerahan di setiap zaman. “Mengeluarkan dari kegelapan menuju cahaya, takhrij min al-zulumat ila al-nur,” ujar Haedar. Muhammadiyah, termasuk Pemuda Muhammadiyah harus konsisten dalam agenda-agenda memajukan bangsa.
Haedar juga mengingatkan, bahwa untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang maju, maka harus ada syukur bin nikmah dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada dengan sebaik-baiknya. “Tidak pandai bersyukur justru merusak alam,” katanya. Nilai-nilai Islam dalam mensyukuri alam adalah dengan tidak merusaknya.
Dalam mewujudkan kemajuan, kata Haedar, segenap elemen bangsa juga perlu untuk menjadi masyarakat yang cerdas dan berkemajuan. Tidak cukup sekedar menjadi umat yang toleran, tetapi juga cerdas dan berkemajuan. “Kita sering bangga Islam Indonesia itu moderat, itu tidak cukup. Tapi butuh kecerdasan sehingga tidak diakali orang,” ungkapnya.
Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah dengan menjadi bangsa yang produktif. Pemuda Muhammadiyah diminta untuk terus melaksanakan agenda-agenda yang produktif untuk umat dan bangsa. “Untuk bisa produktif harus bisa mengurangi hal-hal yang tidak produktif,” katanya.
Haedar mencontohkan bahwa agenda yang produktif itu semisal agenda untuk membumikan literasi, yang disebutnya sebagai gerakan iqra. Segenap pimpinan dan anggota Muhammadiyah dituntut memiliki budaya iqra. Hal ini sesuai dengan wahyu pertama untuk membaca, yang kelak mampu merubah peradaban. “Kalau sedikit-sedikit demo itu tidak produktif,” tukas Haedar.
Terkait dengan tema Tanwir, Haedar menyatakan bahwa ada tiga hal yang meluruhkan integritas. Pertama, luruhnya nilai-nilai dalam kehidupan beragama dan berbangsa. Kedua, tidak kuat menghadapi godaan duniawi. “Mereka yang terjerat korupsi, sebagiannya ada yang memiliki latar belakang sebagai aktivis masjid, tapi tidak kuat menghadapi godaan,” katanya.
Ketiga, masuk kepada lingkungan yang tidak integratif. “Agama mengajarkan pandai-pandai memilih kawan. Norma sering berubah seiring waktu. Lingkungan bisa mengubah kita. Bahkan nilai dan norma bisa berubah ketika masyarakat ingin mengubahnya,” jelas Haedar. (Ribas)