YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Pernyataan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menuai kontroversi. Dalam video yang beredar, Kapolri memberi instruksi bagi institusi Polri untuk intens bekerjasama dengan ormas NU dan Muhammadiyah, sementara ormas di luar NU-Muhammadiyah dianggap tidak berkonstribusi bagi Republik Indonesia. Hal ini telah diklarifikasi oleh Kapolri dan berencana untuk mengunjungi ormas-ormas Islam.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhanmmadiyah, Haedar Nashir menyarankan supaya Kapolri memberi klarifikasi, sehingga kegaduhan tidak meluas. Haedar juga berharap semua ormas sebaiknya menanggapi secara proporsional. Dengan begitu, perdebatan yang tidak produktif ini bisa segera diakhiri.
“Bukan berarti Muhammadiyah diuntungkan. Bagi kami orang mau mengakui Muhammadiyah atau tidak. kami tetap jalan terus,” tutur Haedar di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Kamis (1/2/2018).
Haedar menyebut, meskipun Muhammadiyah tidak dinomorsatukan, bukan berarti Muhammadiyah kehilangan sesuatu. Seperti dalam sehari-hari, hampir semua elit bangsa termasuk wartawan menyebut dua ormas besar adalah Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. NU disebut lebih dulu dibanding Muhammadiyah. Padahal kalau dilihat dari awal berdirinya, Muhammadiyah lebih dulu lahir daripada NU, begitu pun dari segi abjad. Huruf M lebih dulu dari pada N. Demikian halnya dengan siapa yang lebih besar antara Muhammadiyah dan NU, tergantung dari sisi mana kebesarannya dinilai? Masing2 punya keunggulan atau kualitas berbeda. “Tapi kita nggak mempersoalkan itu,” ujarnya. Yang penting Muhammadiyah terus bekerja yang terbaik untuk umat dan bangsa. Membanggakan diri atau minta diistimewakan, sama sekali bukan karakter Muhammadiyah.
Menurut Haedar, kasus ini hendaknya dijadikan pelajaran bagi semua pihak, terutama tokoh publik. Dalam hal ini Kapolri. “Mungkin kekurangan Kapolri membuat exception bahwa hanya ada dua. Saya pikir ini soal apa ya, kesemangatan, dan kadang juga hal-hal yang stressing dalam lisan dan ucapan,” ujar Haedar.
Menyikapi hal ini, Haedar percaya bahwa Kapolri tidak bermaksud untuk menegasikan peran ormas lainnya. “Saya husnuzhan saja. Mungkin maksudnya memberi apresiasi yang lebih tinggi. Dalam logika ada stresing tekanan. Mungkin karena saking semangatnya terjadi pengkhususan atau pengecualian,” ulasnya.
Menurut Haedar, elit di tubuh bangsa ini punya pandangan bahwa semua kekuatan golongan bangsa yang punya peran dalam membangun kehidupan kebangsaan. Sejak era perjuangan hingga mengisi kemerdekaan. Di situ ada Muhammmadiyah, Syarikat Islam, Persatuan Islam, NU, dan ormas lainnya. (Ribas)