YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Rangkaian peristiwa terorisme yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo telah menimbulkan duka di tubuh bangsa Indonesia. Semua elemen menyampaikan simpati dan bela sungkawa. Momentum duka ini sekaligus menumbuhkan solidoritas untuk menghadapi segala bentuk terorisme secara bersama.
Dari kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta pada Senin, 14 Mei 2018, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menegaskan bahwa Muhammadiyah mengutuk dan mengecam keras segala bentuk terorisme, anarkisme, serta kekerasan yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo. Sehingga menimbulkan korban jiwa yang tak bersalah.
“Itu merupakan tindakan yang oleh Muhammadiyah disebut tindakan kezaliman dan fasad fil ardh, merusak di muka bumi, dan termasuk tindakan biadab. Apapun motif, siapapun pelakunya. Muhammadiyah tidak mengharapkan di tubuh bangsa ini, di tubuh umat ini, di tubuh siapa pun di negeri ini, zona toleransi terhadap segala bentuk terorisme,” tegas Haedar.
Menurutnya, pihak kepolisian dan pemerintah harus mengusut kasus tragis tersebut secara tuntas, objektif, dan transaparan disertai langkah pemecahan jangka panjang secara komprehensif dan bersama. “Jangan ada zona toleransi terhadap segala bentuk terorisme, kita perangi dan lawan bersama, untuk keutuhan dan keamanan NKRI,” ujarnya.
Muhammadiyah menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tidak terprovokasi dan tak terpengaruh terhadap isu lain maupun asumsi negatif sehingga kasus teror bom ini bisa menjadi koreksi, introspeksi bagi seluruh lapisan, terlebih menjelang bulan suci Ramadan.
“Kepada semua pihak untuk tetap tenang dan jernih serta tidak mengembangkan berbagai asumsi negatif yang memberi ruang pada saling curiga dan sentimen sosial yang bermuara pada terganggunya kehidupan berbangsa dan bernegara,” tuturnya. Asumsi-asumsi yang berkembang dianggap justru memperkeruh dan menambah masalah baru.
Haedar berharap semua pihak tenang dan menyerahkan kasus ini kepada pihak berwenang. Sehingga tidak menimbulkan sikap saling curiga dan sentimen sosial yang bermuara pada terganggunya kehidupan berbangsa dan bernega.
“Kita berharap Ramadhan selain dijadikan ajang instrospeksi diri semua warga bangsa, tetapi juga menciptakan suasana yang jernih, tenang, dan walaupun ada peristiwa seperti ini dan kita kutuk, jangan sampai kita terpecah belah dan menimbulkan asumsi yang negatif, bahkan saling curiga,” ungkapnya.
Muhammadiyah mengharapkan supaya peristiwa teror bom ini tidak berdampak buruk pada relasi umat beragama. “Terjadinya peristiwa itu jangan sampai mengganggu hubungan antar umat beragama yang selama ini telah berjalan baik dan harmoni. Tindakan teror, kekerasan, dan dan anarki lebih-lebih yang memakan korban jiwa dan menciptakan ketakutan kolektif atas nama apapun, dilakukan oleh siapapun, dan bertujuan apapun merupakan perbuatan dzalim dan fasad fil-ardl atau perusakkan di muka bumi yang tidak dibenarkan oleh agama, hukum, dan moralitas publik,” ujar Haedar.
Sehari sebelumnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga menyampaikan duka cita dan keprihatinan yang mendalam kepada umat Kristiani dan mereka yang menjadi korban serangan bom pada Ahad (13/5).
Haedar berpesan, jangan sampai, karena terjadi di sekitar gereja, hal ini menimbulkan kesan seakan-akan peristiwa tersebut merupakan teror sentimen keagamaan. “Karena teror, terorisme, dan anarkisme, dimana pun terjadi, selalu tidak tunggal dan selalu membawa atas nama apa pun, untuk meligitimasi tindakannya. Dalam konteks ini, Muhammadiyah tidak ingin karena kejadian ini terjadi di gereja, lalu menimbulkan kesan kejadian peboman ini akibat sentimen agama,” ungkapnya.
Ditempat terpisah, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti turut mendesak aparatur keamanan untuk mengusut tuntas aktor, provokator dan aktor intelektual di balik pengeboman. “Aparatur keamanan hendaknya tidak terburu-buru menyampaikan pernyataan publik sebelum melakukan penelitian komprehensif sehingga tidak menimbulkan kesimpangsiuran,” katanya.
Muhammadiyah mengimbau, hendaknya masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh berita-berita yang tidak dapat dipertanggung jawabkan yang disebarkan oleh pihak- pihak yang tidak bertanggung jawab. “Masyarakat hendaknya tidak berspekulasi dan mengaitkan pemboman dengan peristiwa politik dan kelompok agama tertentu agar situasi tetap kondusif dan harmonis,” jelas Mu’ti.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam hal ini juga mendesak Pemerintah untuk menyelesaikan masalah kekerasan dan terorisme dengan seksama, menyeluruh, dan berkesinambungan tidak parsial, karikatif dan sporadis. “Muhammadiyah siap membantu dan bekerjasama dengan Pemerintah dan seluruh kekuatan bangsa untuk mencegah terorisme. Masalah terorisme harus diselesaikan dengan pendekatan semesta dan partisipatif,” ujar Mu’ti.
Pemerintah dan aparatur keamanan tidak bisa dan tidak seharusnya bekerja sendiri. “Masalah terorisme harus diselesaikan dari hulu dan akarnya, jika penyelesaian ini tidak dilakukan maka aksi terorisme oleh aktor lain di tempat berbeda hanya persoalan waktu saja,” tukas Abdul Mu’ti. (ribas)
Baca juga:
Buku ‘Reformulasi Ajaran Islam: Jihad, Khilafah, dan Terorisme’ Diluncurkan
Telusur Jejak Genealogis Terorisme dan Implikasinya Bagi Studi Islam Indonesia
Sisi Lain Terorisme dan Radikalisme Agama
Haedar Nashir Kunjungi Pusat Rehabilitasi Terorisme di Singapura