JAKARTA, Suara Muhammadiyah– Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan masyarakat dan khususnya warga Muhammadiyah untuk senantiasa menjaga keadaban digital. Menurutnya, dalam realitas dunia digital dan relasi media sosial, keadaban sering mengalami peluruhan. Nilai-nilai luhur Islam perlu hadir untuk menyuarakan cinta kasih, kedamaian, keadilan, keselamatan, keramahan, kelembutan dan semisalnya.
Hal itu disampaikan Haedar saat membuka Pengkajian Ramadhan 1439 H di Universitas Muhammadiyah Prof Dr. Hamka (UHAMKA). Pengkajian Ramadhan PP Muhammadiyah tersebut mengambil tema ‘Keadaban Digital: Dakwah Pencerahan Zaman Milenial’. Acara itu turut dihadiri oleh perwakilan dari seluruh PWM se-Indonesia.
Menurut Haedar, kondisi dunia dan karakter manusia hari ini telah mengalami perubahan. Setiap generasi punya karakter dan setiap generasi saling mempengaruhi. Oleh karena itu, perlu ditanamkan keadaban bagi generasi milenial yang kelak akan menjadi penerus peradaban. “Keadaban menjadi ciri kita sebagai muslim,” ungkap Haedar. Pesan ihsan menjadi penting di tengah zaman milenial ini.
Jika Alvin Toffler mengenalkan istilah ‘the modular man’, Haedar menyebut, manusia hari ini sebagai ‘the digital man’ atau makhluk digital. Kondisi manusia digital telah melekat dalam jiwa generasi milenial. “Generasi baru ini hidup dalam teknologi informasi digital. Masuk dalam dirinya proses digitalisasi. Framework berpikirnya itu dalam lingkup teknologi informasi,” ujarnya.
Banyak sisi positif yang bisa dimanfaatkan. Tetapi juga perlu meminimalkan potensi negatif. Karakter the modular man, kata Haedar, sering menjebak manusia berperilaku dan berpikir layaknya robot, yang serba nalar teknis dan instrumental. “Dalam beragama, mereka serba hitam putih. Tidak ada hikmah, tidak ada baik-buruk, tidak pantas tidak pantas,” katanya.
Sisi negatif lainnya adalah menjadikan manusia tercerabut dari akar budaya dan nilai-nilai keadaban. Teknologi, kata Haedar mengutip Edmund Carpenter, telah membunuh manusia secara budaya. Dikenal dengan istilah technetronic etnocide.
Sisi lain, ungkap Haedar, manusia digital merupakan mereka yang kering secara spiritual. Sebagiannya justru kalangan menengah atas. “Kalangan menangah atas, hidup makmur, dan mencari pemenuhan dahaga spiritual pada visi milenial. Ingin menghadirkan ratu adil di tengah situasi hidup yang kekosongan dan situasi hidup yang chaos, di dalam dirinya dan di sekitarnya. Jika ada yang datang menawarkan oase, dia lari ke situ,” katanya.
Ketika dahaganya tidak dipenuhi oleh hal positif, bisa jadi dia lari ke pemenuhan yang justru merusak. “Bom bunuh diri termasuk karena pemenuhan pelarian untuk cepat masuk surga,” ujarnya.
Hal itu diharap menjadi perhatian dakwah Muhammadiyah. Dakwah perlu dihadirkan dengan akhlak mulia. Mengajak dengan hikmah dan pesan-pesan yang menyejukkan. Semua majelis dan lembaga, termasuk organisasi otonom Muhammadiyah diajak untuk menyadari realitas ini dan menghadirkan dakwah komunitas yang berkeadaban mulia. “Dakwah komunitas untuk komunitas virtual perlu menjadi perhatian,” kata Haedar Nashir. (ribas)