Reformulasi Pendidikan di Era Disrupsi

Reformulasi Pendidikan di Era Disrupsi

Drs Asep Haerul Ghani, SPsi Praktisi Psikologi dalam rangkaian acara Muhammadiyah Education Awards (ME Awards) 2018, Reformulating Education in Disruption Era Conference (Humas UMM)

MALANG, Suara Muhammadiyah – Dewasa ini, para guru dibuat terheran-heran dengan cita-cita baru yang dimiliki anak didiknya. Beberapa guru menyampaikan bahwa murid-murid mereka banyak bercita-cita menjadi ojek online, youtuber, vloger, dan impian unik lainnya yang tidak terduga.

Berangkat dari hal tersebut, pada rangkaian acara Muhammadiyah Education Awards (ME Awards) 2018 digelar Reformulating Education in Disruption Era Conference, di Theater Dome UMM, Rabu (8/8).

Praktisi Psikologi alumni Universitas Indonesia Drs Asep Haerul Ghani, S Psi memaparkan bahwa perbedaan persepsi antara guru dan anak-anak tentang bentuk dari cita-cita tersebut wajar. Hal ini dikarenakan zaman antara guru dan murid berbeda.

Lebih lanjut Asep menyampaikan, saat ini bukan lagi zaman manusia gengsi-gensian dengan jabatan karena penghasilan menjadi hal yang lebih utama. Hal ini dapat dilihat dari kesenjangan penghasilan yang didapat antara profesi ojek online dan guru.

“Misalnya dibandingkan ojek online, pendapatan guru bukanlah apa-apa. Sehingga wajar anak-anak zaman sekarang memiliki impian yang unik dan aneh karena mereka hidup di zaman disrupsi,” imbuh Asep.

Zaman disrupsi menurutnya, adalah zaman dimana teknologi sudah menjadi makanan sehari-hari dan tidak bisa dilepaskan dalam aktivitas manusia. Anak-anak cenderung terbiasa dengan teknologi sehingga profesi-profesi yang menyentuh ranah teknologi menjadi hal yang menarik bagi mereka. Menyambut ini, guru seharusnya memiliki kiat-kiat layaknya game online, sehingga para murid betah belajar di kelas.

“Tantangan kita di era disrupsi ini adalah teknologi. Apakah kita bisa mengendalikan teknologi atau kah kita yang dikendalikan oleh teknologi,” ujarnya dihadapan ratusan guru SD, SMP, MTs, SMA, SMK, MA Muhammadiyah se-Jawa Timur.

Pembukaan Muhammadiyah Education Awards (ME Awards) 2018

Membahas lebih dalam terkait perumusan ulang (reformulating) di dunia pendidikan, Asep mengulas perjuangan pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan pada puluhan dekade lalu. Kala itu, Dahlan membawa angin segar di dunia pendidikan. Ia mendobrak tradisi dengan membuat sebuah pendidikan agama yang modern, namun tetap berpegang pada Al-Quran dan As-sunnah. Hal ini dapat menjadi pacuan semangat tersendiri bagi para guru masa kini.

Di akhir pria yang juga menjadi praktisi SDM ini menekankan, meski saat ini banyak fungsi manusia tergantikan oleh teknologi, namun tidak ada yang bisa menggantikan fungsi guru. “Di tengah kegalauan kita semua, guru sebagai pengkhidmat tetap tidak bisa dihilangkan dari fungsinya. Guru harus hadir sebagai manusia yang mengajar manusia selayaknya manusia. Guru bahkan bisa menghadirkan emosi yang tidak dipelajari melalui teknologi manapun oleh murid,” katanya.

Sejalan dengan Asep, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Syafiq A Mughni, MA menyampaikan bahwa  pendidikan hendaknya menjadi gerakan yang membawa perubahan lebih baik bagi peradaban manusia karena pendidikan juga menjadi cermin sebuah generasi. “Kalau kita ingin melihat bagaimana kondisi suatu generasi, maka lihatlah pendidikannya,” tambahnya.

Ahmad Imam Bukhori, salah seorang guru dari SMP 2 Muhammadiyah Batu mengatakan, ia sangat antusias mengikuti konferensi ini karena mendapat semangat baru. Ia pun baru menyadari pentingnya profesi guru dalam membangun peradaban generasi muda bangsa.

“Dalam menghadapi era disrupsi kompetensi, cara mengajar, transfer of knowledge dan transfer of value harus senantiasa diperhatikan guru. Di samping itu, disrupsi juga membuka peluang kerja baru atau kerja sambilan dengan memanfaatkan teknologi,” pungkasnya.(Humas UMM/Rizq)

Exit mobile version