MAKASSAR, Suara Muhammadiyah – Spirit literasi adalah salah satu ruh gerakan Muhammadiyah sejak didirikan. Menilik sejarah, dalam struktur kepengurusan Hoofdbestuur Muhammadiyah generasi Kiai Ahmad Dahlan, Bahagian Taman Pustaka adalah satu dari empat bahagian yang dianggap penting dibentuk. Ketiga bahagian yang lain, yaitu Pengajaran, Penolong Kesengsaraan Oemoem, dan Tabligh.
Hal itu terungkap dalam peluncuran Taman Baca bernama “Taman Pustaka 38” dan Diskusi Literasi yang digelar Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Makassar Timur. Acara ini digelar di Aula Pusat Dakwah Muhammadiyah, Sabtu (22/9).
Diskusi ini menghadirkan dua pembicara, yaitu Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PW Muhammadiyah Sulsel Hadisaputra dan Koordinator Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) Sulsel Muhammad Asratillah. Diskusi yang dipandu Ketua Bidang Riset & Pengembangan Keilmuan PC IMM Makassar Timur Fitriani ini, mengusung tema, “Majelis Pustaka dan Kultur Literasi Muhammadiyah.”
Ketua MPI Muhammadiyah Sulsel Hadisaputra mengawali pembahasannya dengan menguraikan latar historis kehadiran Majelis Pustaka di Muhammadiyah. “Tahun 1915 Muhammadiyah mendirikan Majalah Suara Muhammadiyah. 1920, Bahagian Taman Pustaka Muhammadiyah telah mencanangkan dakwah bil qalam dengan selebaran dan buku, serta pendirian gedung Taman Pustaka. Bahkan dalam Kongres Muhammadiyah tahun 1929, Muhammadiyah tercatat telah menerbitkan 700 ribu buku dan brosur,” tandas Hadi.
Dengan demikian, lanjut Hadi, jika IMM saat ini mengembangkan tradisi literasi, bukan sesuatu yang latah, melainkan meneruskan cita-cita founding fathers Muhammadiyah. Ia juga mengungkapkan bahwa etos literasi Muhammadiyah yang merentang lebih dari seabad, setidaknya memiliki tiga orientasi. Pertama, purifikasi keagamaan, Kedua, membangun kesadaran kebangsaan, dan mendorong gagasan kemajuan sesuai perkemabngan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sementara itu, Koordinator JIMM Sulsel, Muhammad Asratillah lebih menitikberatkan pada pentingnya kesiapan pola pikir dan sikap mental para pejuang literasi. “Jalan literasi itu jalan yang sepi. Penuh onak dan duri, sebagaimana para Nabi dan Rasul yang memperjuangkan risalah-Nya,” pungkasnya.
Oleh karena itu, Asratillah berpesan, agar para penggerak literasi IMM harus memiliki sikap mental memiliki kecintaan terhadap pengetahuan dibandingkan kepemilikan harta benda. Ia juga mengingatkan tantangan dakwah literasi di era milenial. “Belum tuntas kita budayakan tradisi baca, masyarakat kita sudah memasuki abad digital. Kehadiran media sosial adalah tantangan terbesar pegiat literasi saat ini,” jelasnya.
Ketua PC IMM Makassar Timur Abdussalam Syahih mengungkapkan alasan pemberian nama Taman Pustaka 38. “Taman Pustaka diambil dari istilah Muhammadiyah generasi awal, sedangkan 38 merujuk pada alamat taman baca, yang berlokasi di Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10 nomor 38,” jelasnya.
“Pendirian taman baca ini merupakan salah satu ikhtiar kami menegakkan akal sehat di era post truth, yang penuh ketidakpastian dan turbulensi. Kami memohon bantuan berbagai pihak, untuk mewujudkan niat suci ini. Bantuan yang paling kami butuhkan saat ini adalah donasi buku,” tutup Salam.(Riz)