SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 1 Prambanan mengadakan Sarasehan “Kiat Mengelola Sampah menjadi Berkah” yang diadakan pada Jumat (28/9). Acara tersebut diikuti oleh guru dan karyawan, perwakilan siswa, perwakilan wali siswa setiap angkatan, kommite, Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Prambanan, Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah (PCA) Prambanan, serta perwakilan SD sekitar.
Dalam kegiatan tersebut, menghadirkan tiga pemateri yang berkompeten dalam bidang teknik dan pengelolaan sampah. Founder Gerakan Shadaqah Sampah Kamung Brajan, Ananto Isworo, mengatakan bahwa gerakan shadaqah sampah bermula dari gerakan eco masjid yang berdiri sejak 9 juli 2013, kemudian dikembangkan ke sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Ananto menyampaikan, dengan berbagai komponen yang ada disekolah, termasuk siswa, guru, karyawan dan komponen lain, menjadikan volume sampah yang ada disekolah sangat besar. Apabila sampah tersebut dapat dipilah dan diolah maka akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, bisa dalam bentuk uang, yang nantinya dapat dipergunakan untuk membantu yatim piatu ataupun beasiswa pendidikan bagi siswa yang kurang mampu. Selain itu, hasil shadaqah sampah juga dapat digunakan untuk membangun sarana prasarana sekolah.
Menurutnya, ketika semua komponen sekolah saling bersinergi dengan wali murid yang menerapkan gerakan shadaqah sampah di rumah, hal tersebut menjadikan lingkungan bersih, juga mengandung aspek ta’awun (saling tolong menolong) dan dapat menjadikan sekolah yang mandiri. Sehingga multiplier-nya dapat menjadi pendidikan karakter untuk seluruh komponen sekolah.
Harapannya bisa diaplikasikan di seluruh sekolah Muhammadiyah yang jumlahnya ribuan, dan apabila gerakan tersebut dapat berjalan, sekolah tidak lagi bergantung pada satu titik sumber dana, dan harta yang ada yang tidak dapat dihitung jumlahnya adalah sampah. “Harta yang kita hitung selama ini hanyalah gaji dan gaji, tetapi sampah itu juga harta yang terpendam, emas yang terpendam yang tidak pernah terhitung dan itu bisa menghasilkan uang,” ujar Ananto.
Muh Kunta, Peneliti Tokyo Institut Of Technology Japan memaparkan bahwa, kita dapat mencontoh masyarakat Jepang dalam hal pengelolaan sampah, dalam memilah, memilih, pun membuang. Di Jepang penanaman karakter tentang sampah dimulai sejak dini yakni dalam tiga tahun pertama sekolah, mereka fokus diajarkan pendidikan karakter dan kedisiplinan. Maka tak heran jika, masyarakat Jepang sudah biasa hidup disiplin. Hal ini diungkapkan berdasarkan pengalamannya tinggal di Jepang selama 10 tahun.
“Sampah bukanlah suatu hal yang menjijikan. Sampah merupakan tanggungjawab setiap individu, menyimpan sampah sendiri, tidak mempersulit orang lain dalam mengelola sampah. Tidak hanya masalah teknologi tetapi bagaimana orang yang mengelolanya,” terangnya.
Berdasarkan penuturan dosen Teknik Kimia Universitas Ahmad Dahlan, Zahrul Mufrodi, pengolahan sampah dapat dimulai dari 3M “Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal kecil, dan Mulai dari sekarang”.
Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 1 Prambanan, Daswati R Sahifah, mengungkapkan acara tersebut berawal dari keprihatinan pihak sekolah melihat banyak siswa mengkonsumsi jajanan yang berefek pada tingkat penumpukan sampah yang lambat hari semakin tidak terkondisikan. Ditambah dengan jumlah karyawan dan guru disekolah, sehingga memunculkan ide bagaimana membuat lingkungan sekolah yang bersih, rapih dan nyaman.
“Kita pasti menindak lanjuti dan bergerak. Kita sudah membentuk tim dan relawan sampah. Dari tim ini kita mengedukasi para karyawan terlebih dahulu kemudian setelah itu baru dari siswa dan ke wali murid. Intinya selain memang menanamkan pendidikan karakter pada anak mau menyedekahkan sampah pada tempatnya, kemudian memilah, selanjutnya yaitu mengelola sampah. Sampah yang non organik bisa digunakan untuk gerakan shadaqah sampah dan yang organik yang tidak bisa kita jual akan kita buat pupuk,” urai Daswati.(wesar/riz)