Beberapa menit mencekam di Donggala, Mamuju, Palu, dan Sigi. Pukul 19.02 WIT di Hari Jumat, 28 September 2018, Kabupaten Donggala diguncang gempa berkekuatan 7.4 SR. Pusat gempa berkedalaman 10 km tersebut berada di 0,18° LS dan 119,85° BT atau 27 km timur laut Donggala. Tak berselang lama, lindu berkekuatan 6,1 SR kembali mengguncang, dengan kedalaman 10 km tersebut berpusat di 58 km timur laut Donggala. Gempa itu disertai tsunami dan likuefaksi yang menelan lebih dari 1700 korban. Sekitar 62.359 menjadi pengungsi yang tersebar di 147 titik.
Didasari panggilan kemanusiaan, Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dan Lazismu bergerak cepat. Wakil ketua MDMC, Arif Jamali Muis menyatakan bahwa respon pertama yang dilakukan adalah dengan mendirikan pos koordinasi (poskor) utama di gedung Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Tengah dan di gedung Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu di Jl. Jabal Nur no.1, kawasan Mantikulore, Talise, Palu.
Beberapa jam pasca kejadian, tim medis gabungan dari RS Pondok Kopi, RS Lamongan, RS Siti Khatijah Makassar, Tim RSIA Aisyah Pinrang dan RS Gombong segera diberangkatkan ke Sulawesi Tengah untuk membantu sesama, khususnya memberikan layanan kesehatan. Merawat mereka yang selamat dan terluka. Mereka dibantu oleh tim MDMC dari beberapa daerah. Turut serta tim asistensi yang melakukan serangkaian proses asesmen, pendataan dan pemetaan pasca bencana. Disusul kemudian tim yang membawa puluhan ton logistik yang dihimpun warga Muhammadiyah.
Para relawan dan tim lainnya terus berdatangan. Tim Medis dari MDMC Jawa Timur tiba pada Selasa (02/10/2018). Tim yang diawaki lima personil dari Rumah Sakit Muhammadiyah (RSM) Lamongan ini langsung melayani pemeriksaan kesehatan para pengungsi. Layanan kesehatan dipusatkan di poskor utama. Termasuk prioritas layanan tim ini adalah terhadap ibu dan anak.
Tim lainnya melakukan pemeriksaan kesehatan secara mobile atau keliling dari satu areal pengungsian ke areal lain dengan radius yang terjangkau dari posko medis utama. Hal ini dilakukan di tengah kondisi kurang terjaminnya keamanan dan keterbatsan transportasi dan kelangkaan BBM. Kadang, tim medis harus berjalan kaki dari pos ke pos untuk menemui para pengungsi. Di poskor utama disediakan ambulan jika sewaktu-waktu diperlukan untuk mengangkut pasien dalam keadaan gawat darurat.
Pemeriksaan kadang juga dilakukan secara darurat di alam terbuka, mengingat belum tersedianya tempat yang memadai untuk kegiatan layanan kesehatan. Tim Medis MDMC terus melakukan kegiatan pemeriksaan dan pelayanan optimal di tengah kondisi persediaan stok obat-obatan yang terbatas.
Salah seorang dokter Muhammadiyah, Willy menyebutkan, meski sudah hampir sepekan berselang pasca musibah terjadi, masih banyak korban selamat yang mengalami luka ringan maupun luka berat, justru belum mendapatkan layanan medis. Kondisi trauma dan keterbatasan akses juga menjadi kendala utama mereka untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan.
Hal ini diungkap Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Achmad Yurianto. Menurutnya, selama dua pekan diperuntukkan untuk masa tanggap darurat kesehatan. Targetnya adalah untuk mengevakuasi korban luka yang belum terjangkau layanan kesehatan. Sisa beberapa hari ini akan terus dimaksimalkan. Masih banyak korban dan pengungsi yang perlu segera ditangani.
Relawan medis dari RS Muhammadiyah Lamongan, dr Zuhdiyah Nihayati (akrab disapa dr Zee) mengungkapkan bahwa sampai saat ini, relawan medis dari MDMC Indonesia telah melayani ratusan pasien dengan berbagai macam keluhan medis. Mulai dari demam, batuk, pilek, nyeri, gatal-gatal, hingga diare. Serangan ISPA dan penyakit kulit perlu mendapat perhatian.
Menurutnya, di antara penyebab munculnya berbagai gejala penyakit adalah karena cuaca ekstrem. Suhu panas pada siang hari dan suhu dingin di malam hari. Padahal mereka harus tinggal di tenda-tenda pengungsian dan kadang di tempat terbuka yang memudahkan penyebaran virus. Penyebab lainnya adalah karena keterbatasan sanitasi, air bersih, serta makanan bergizi, sehingga menyebabkan daya tahan tubuh pengungsi menurun dan rentan terserang penyakit.
Berdasar data Kemenkes RI, sebelum bencana terjadi, terdapat 50 puskesmas di Palu, Sigi, dan Donggala. Sebarannya masing-masing 13 puskesmas di Palu, 19 di Sigi, dan 18 di Donggala. Sejak musibah terjadi hingga seminggu kemudian, semua puskesmas terpaksa tutup dan belum bisa beroperasi. Para petugas medis ikut mengungsi dan menjadi korban. Sementara bangunan puskesmas juga banyak mengalami kerusakan.
Para relawan mencoba mengoperasikan kembali pusat layanan kesehatan. Tim medis Muhammadiyah berhasil menghidupkan kembali Puskesmas Talise di Kota Palu untuk memberikan layanan kesehatan kepada para pengungsi. Tim medis ini terdiri dari dr Willy, dr Ershad A Manggala, dr Sylvi, dr Abdi Hidayat, Munajat, Muharman, Syafii.
Sementara itu, guna mencapai titik-titik terisolir yang belum terjangkau akses darat, tim SAR TNI pada Sabtu (06/09/2018) juga meminta Tim Medis MDMC untuk ikut serta dalam memberikan layanan kesehatan menggunakan helikopter TNI AU. Seminggu pasca gempa, tujuh kecamatan di Kabupaten Sigi masih terisolasi. Pasokan listrik dan BBM belum sepenuhnya pulih.
Di saat bersamaan, Muhammadiyah di seluruh Indonesia terus melakukan penggalangan bantuan dana hingga logistik. Tim Medis MDMC tidak hanya dari pulau Jawa dan Sulawesi, bahkan terdapat tim dari MDMC Lhokseumawe Aceh. Mereka berada di bawah koordinasi One Muhammadiyah One Response.
Selain tim tanggap darurat, pada tahap selanjutnya, Muhammadiyah juga menyiapkan tim psikososial yang akan melakukan pendampingan pada para korban secara berkelanjutan dalam tahap rehabilitisi dan rekonstruksi. Langkah ini dilakukan dalam upaya mengurangi dampak trauma dan pemulihan mental (trauma healing) parakorban pasca bencana.
Melihat meningkatnya kebutuhan, yang berkonsekuensi pada meluasnya area yang membutuhkan bantuan dan pendampingan, Lembaga Penanggulangan Bencana Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MDMC) mengerahkan bantuan dalam intensitas besar dari berbagai potensi Muhammadiyah di Indonesia.
“Penjadwalan, pemberangkatan, pelaksanaan kegiatan, dan pengakhiran kegiatan relawan dari Muhammadiyah semua di bawah koordinasi Lembaga Penangulangan Bencana PP Muhammadiyah dan Pos Koordinasi Muhammadiyah Sulawesi Tengah. Dengan semangat One Muhammadiyah One Response, diharapkan tercapai proses penanggulangan bencana yang terkelola dengan baik, efisien, efektif, akuntable, dan bisa mendampingi warga terdampak hingga masa pemulihan/rehabilitasi – rekonstruksi.” Demikian di antara pernyataan Surat Edaran One Muhammadiyah One Response, bernomor 427/I.16/H/2018, yang ditandatangani oleh ketua dan sekretaris LPB, Budi Setiawan dan Arif Nur Kholis.
Tak hanya itu, sebagai bentuk perhatian atas bencana yang menimpa, maka Majelis Dikdasmen Sulawesi Tengah menginstruksikan kepada seluruh kepala sekolah/madrasah/pondok pesantren Muhammadiyah se-Sulawesi Selatan di semua tingkat satuan pendidikan untuk menerima siswa pindahan dari korban tsunami Palu Donggala, diberikan kemudahan, di semua jenjang pendidikan mulai SD sampai SMA. Dalam kesempatan yang sama, Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, menerbitkan surat edaran kepada pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA) untuk membantu para mahasiswa-mahasiswi Universitas Muhammadiyah Palu yang sedang meninggalkan kota Palu ke daerah lain di Indonesia untuk difasilitasi dan diizinkan mengikuti kuliah secara sit in. Bahkan, Universitas Muhammadiyah Purworejo menerima korban gempa secara umum untuk dikuliahkan secara gratis. (ribas)
Baca juga:
Sulteng Bangkit, MDMC: One Muhammadiyah One Response
Haedar Nashir: Penyebab Bencana Mutlak Tidak Karena Kemaksiatan!