BANJARNEGARA, Suara Muhammadiyah – Memasuki 100 tahun Hizbul Wathan sebagai pendu pembela tanah air terus menghadirkan pencerahan. Termasuk salah satunya mengapresiasi tokoh sejarah yang terlibat langsung sebagai Pandu Hizbul Wathan, ia adalah Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Lewat Kegiatan Napak Tilas Penglima Besar Jenderal Sudirman sebagai Pandu Hizbul Wathan. Kwartir Pusat Hizbul Wathan bersama dengan Kwartir Wilayah Hizbul Wathan Jawa Tengah serta Kwarda Hizbul Wathan Banjarnegara ingin memperkenalkan bahwa kiprah dan jejak Panglima Besar Jenderal Sudirman sebagai Pandu Hizbul Wathan begitu melekat baik dalam spiritualnya dan semangat juangnya membela tanah air.
Napak tilas Panglima Besar Jenderal Sudirman yang sudah dimulai sejak 19 Oktober 2018 dari Alun-alun Cilacap melewati Purwokerto (Banyumas), Purbalingga hingga akhirnya finis di Lapangan Batur, Banjarnegara yang kemudian dilanjutkan dengan perkemahan.
Kegiatan Napak Tilas diakhiri dengan diresmikannya Monumen Panglima Besar Jenderal Sudirman sebagai Pandu Hizbul Wathan , pada (21/11) yang lokasinya tak jauh dari Lapangan Batur dimana tempat itu pernah menjadi lokasi perkemahan Jenderal Sudirman pada tahun 1941.
Monumen diresmikan oleh Ketua Kwartir Pusat Hizbul Wathan, Machdi Purworandjono dengan pemotongan pita dan penandatanganan prasasti selepas upacara penutupan kegiatan napak tilas. Muchdi berharap dengan diremsikannya Moumen Panglima Besar Jenderal Sudirman generasi muda dan khusunya Pandu Hizbul Wathan bisa mengenali jejak Jenderal Sudirman dalam sengatnya membala tanah air.
“Apa yang sudah dilakukan Jenderal Sudirman waktu itu saat masih berusia 25 tahun sebagai Pandu Hizbul Wathan dengan berkegiatan jalan kaki menemupuh hampir 150 kilometer dari Cilacap-Purwokerto (Banyumas)- Purbalingga dan berakhir dengan kemah di Lapangan Batur, Banjarnegara tidak lain sebagai bentuk pembinaan generasi muda,” katanya.
Napak Tilas dengen peresmian Monumen Panglima Besar Jenderal Sudirman juga menghadirkan kata-kata mutiara sebagai penyemangat kaum muda dengan ejaan lamanya yang bertuliskan. “insyaflah, barasiapa mati padahal (sewaktu hidupnya) belum pernah turut berperang (membela kebenaran dan keadilan) bahkan hatinya berhasrat perangpun tidak, maka matilah ia diatas cabang kemnafikan.” (Andi)