Integrasi Interkoneksi Tri Kompetensi

Integrasi Interkoneksi Tri Kompetensi

Batik IMM

Oleh : Baharuddin Rohim

Civitas akademika Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah secara mendasar mengenali Tri Kompetensi sebagai dasar langkah pijakan dalam setiap gerakan, baik gerakan yang bersifat reaktif terlebih yang bersifat reflektif.

Pemaknaan tri kompetensi menjadi persoalan yang sangat mendasar, dimana ketiganya mempunyai hubungan erat saling mengkaitkan antar ketiganya, sehingga setiap diri kader IMM menjadi sebuah keharusan untuk sadar dan faham betul akan esensi dari pada tri kompetensi dasar IMM. Lantas apakah setiap kader telah mendapatkan garis merah di setiap pointnya?

Relegiusitas

Mungkin ucapan usang, bagaimana tidak? Semua orang yang masuk di dalam IMM pasti Islam bahkan secara jelas dan berani mengatakan Muhammadiyah (pengikut Muhammad), tapi kenapa Relegiusitas menjadi bagian penting dalam Tri Kompetensi? Boleh jadi ini adalah sebuah penekanan seperti halnya pentingnya “Iman” di urutan pertama dimana ini menjadi dasar para kader dalam setiap pijakan sebelum kepijakan yang lainnya. Sehingga letak Relegiusitas di poin pertama menjadi nilai tawar kader IMM sejauh mana keyakinan (Relegiusitas) dalam setiap gerak langkahnya. Poin pertama ini tidak hanya diyakini dalam hati namun dikatakan dengan lisan dan diwujudkan dengan perbuatan (iman).

Intelektualitas

Ibarat manusia setiap hari memasukkan makanan kedalam tubuhnya, seperti itulah gambaran intelektualitas dalam diri setiap kader IMM dimana setiap detiknya kader IMM harus merasa haus akan nilai keilmuan, dengannya daya nalar aqliyah akan semakin tumbuh pesat, rasionalisasi dalam setiap kejadianpun menjadi semakin tajam. Spirit intelektualitas menjadi bagian pelansung dari pada sebuah keimanan (Relegiusitas), Iman tanpa ilmu bagaikan Lentera ditangan bayi, “Ilmu tanpa iman bagaikan Lentera di tangan pencuri” kata Buya Hamka. Point kedua dalam Tri Kompetensi menjadi wajah ikhtiar dari pada sebuah keimanan, mengingat keimanan (Relegiusitas) tidak sebatas magic namun terdapat nilai ketundukan dalam mewujudkannya.

Humanitas

Iman Ilmu Amal, begitulah nampaknya integrasi interkoneksi tri kompetensi berjalan, Humanitas menjadi bagian akhir dari sebuah rasa keimanan berbalut keilmuan (tidak taqlid) membuahkan hasil amal yang ilmiah, keseimbangan nalar naqliyah (Iman, Relegiusitas) dan nalar aqliyah (Ilmu, Intelektualitas) modal besar menuju Humanitas (Amal) pusaran ini ibarat tangga yang harus di tempuh secara berurutan dan tuntas tanpa itu tri kompetensi akan pincang menjadi arus berlawanan yang membahayakan.

Akhirnya, tanpa integrasi interkoneksi tri kompetensi akan terjadi “kongslet system berfikir” memunculkan kader kader yang taqlid (ikut ikutan tanpa dasar), pragmatisme gerakan (sebuah program diukur tingkatan keberhasilan bukan nilai kemanfaatan jangka panjang), kapitalisme peradaban (merubah peradaban dengan tatanan tanpa dasar tanpa identitas yang jelas dan cenderung berseberangan melawan arah).

 

* Penulis adalah Ketua Komisariat IMM Rasyid Ridho, STAIMS Yogyakarta)

Exit mobile version