Oleh: Saiful Azhar Aziz
Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (HW) adalah salah satu organisasi otonom (ortom) di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah. Gagasan pembentukan Kepanduan Hizbul Wathan dalam Muhammadiyah muncul dari Kyai Haji Ahmad Dahlan sekitar tahun 1916 ketika beliau kembali dari perjalanan tabligh di Surakarta pada pengajian SAFT (Sidiq, Amanah, Fathonah, Tabligh) yang secara rutin diadakan di rumah Kyai Haji Imam Mukhtar Bukhari. Di kota tersebut beliau melihat anak-anak JPO (Javansche Padvinders Organisatie) dengan pakaian seragam sedang latihan berbaris di halaman pura Mangkunegaran.
Sesampainya di Yogyakarta, beliau membicarakannya dengan beberapa muridnya, antara lain Sumodirjo dan Sarbini, dengan harapan agar pemuda Muhammadiyah juga dapat diajar tentang kepanduan guna berbakti kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Sejak pembicaraan itu mulailah Sumodirdjo dan Sjarbini merintis berdirinya di dalam Muhammadiyah. Kegiatan pertama banyak diarahkan pada latihan baris-berbaris, olah raga, dan pertolongan pertama pada kecelakaan. Dari cikal bakal itu lahirlah Hizbul Wathan pada tahun 1918, pada waktu itu bernama Padvinder Muhammadiyah. Kemudian, karena dianggap kurang relevan, atas usul Haji Hadjid nama itu ditukar menjadi Hizbul Wathan. Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan pada tanggal 6 Rabiul Awwal 1336 Hijriyah/20 Desember 1918 Masehi di Yogyakarta. Hizbul Wathan artinya pembela tanah air.
Peranan Hizbul Wathan banyak terlihat pada sektor penanaman semangat cinta tanah air kepada para pemuda. Dari benih-benih itu menjelmalah kekuatan yang bertekad ikut serta dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Di samping itu, latihan-latihan kepanduan mempunyai andil yang besar dalam melatih kader-kader bangsa dalam menghadapi kaum kolonial yang sedang mencengkeramkan kukunya di Indonesia. Latihan-latihan itu ternyata membuahkan hasil yang baik di kalangan pemuda. Dari barisan Hizbul Wathan ini muncul sederetan tokoh yang cukup handal, seperti Panglima Besar Jendral Sudirman, KH. Dimyati, Surono, Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Kahar Muzakkir, Kasman Singodimedjo, Adam Malik, Suharto, M. Sudirman, Sunandar Priyosudarmo, dan lain-lain.
Prof. Dr. H. A. Syafi’i Ma’arif selaku Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1999 mendeklarasikan kembangkitan kembali HW sebagai organisasi otonom Muhammadiyah, hal ini dilakukan setelah beberapa kali HW “ditidurkan” dikarenakan situasi nasional.
Kebangkitan HW dilakukan karna dorongan: Kepanduan HW merupakan salah satu wadah perkaderan yang efektif, arus reformasi di segala aspek kehidupan telah mendorong semangat untuk bangkit, karena sistem sentralisasi dan pola serba terpimpin untuk masyarakat yang majemuk sudah tidak sesuai lagi, memperkaya khazanah kepanduan untuk bersama-sama dengan kepanduan lainnya membina generasi muda.
Pada tahun 2014 di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Prof. Dr. Din Syamsuddin Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan bahwa “HW sebagai salah satu arus utama perkaderan Muhammadiyah dan menginstruksikan kepada seluruh amal usaha Muhammadiyah untuk secara sungguh-sungguh menghidup suburkan HW”.
Pada Muktamar HW ke-3 tahun 2016 di Solo oleh Dr. H. Haedar Nashir, M.Si. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan bahwa “HW sebagai Pasukan Bela Negara”. Dan dalam Muktamar tersebut terpilihlah Mayjend (Purn) TNI Muchdi Purwoprandjono sebagai Ketua Umum Kwartir Pusat HW periode 2016-2021 yang menyatakan bahwa “Bangsa Indonesia menaruh harapan besar terhadap kaum muda yang saat ini hidup menghadapi tantangan yang sangat kompleks, memiliki kecerdasan intelektual saja tidak cukup, harus memiliki mental kuat, disiplin, mau mendengarkan dan inovatif”. Perjalanan sejarah membuktikan, peran pemuda sangat menentukan dalam memajukan bangsa dan Negara.
HW bergerak dalam bidang kepanduan pendidikan dan pelatihan untuk anak, remaja dan pemuda. Anggota HW terdiri dari Athfal (usia 6-10 tahun), Pengenal (usia 11-15 tahun), Penghela (usia 16-20 tahun), Penuntun (usia 21-25 tahun) dan usia diatas itu adalah Pimpinan Kwartir dan Qabilah. Organisasi HW ditingkat Nasional bernama Kwartir Pusat, Propinsi – Kwartir Wilayah, Kota/Kabupaten – Kwartir Daerah, Kecamatan – Kwartir Cabang dan ditingkat ranting bernama Qabilah yang ada di pemukiman, sekolah, pondok pesantren, Universitas, kampung dan lain-lain. Kekhasan dalam latihan HW ialah adanya Prinsip Dasar dan Metode Pendidikan yang harus diterapkan dalam setiap kegiatan. Pelaksanaannya disesuaikan dengan kepentingan perserta didik, situasi dan kondisi masyarakat, serta kepentingan Muhammadiyah. Prinsip Dasar HW adalah: Pangamalan aqidah tauhid, Pembentukan dan pembinaan akhlak mulia menurut ajaran Islam, Pengamalan kode kehormatan pandu Metode Kepanduan HW adalah: Pemberdayaan anak didik lewat sistem beregu, kegiatan dilakukan di alam terbuka, metode yang menarik, menyenangkan, dan menantang, kenaikan tingkat dan tanda kecakapan, satuan terpisah antara pandu putra dan putri. Warna pakaian seragam HW terdiri dari Baju berwarna coklat yang berarti tanah, celana/rok berwarna biru yang berarti air (lautan), jilbab berwarna coklat, tutup kepala disesuaikan dengan kelompok/jabatan, setangan leher warna dasar hijau berarti pegunungan.
Dalam rangka Milad 1 Abad HW, agenda Kwartir Pusat meliputi: Pelatihan Nasional Drumbenpada tanggal 29 Maret-1 April 2018 di Komplek PAY Putra Lowanu Yogyakarta, Napak Tilas Panglima Besar Jendral Sudirman sebagai Pandu HW start alun-alun Cilacap finish Lapangan Batur Banjarnegara sekaligus peresmian monument pada tanggal 19-22 Oktober 2018, Pawai Akbar tanggal 18 November 2018 start Komplek DPRD DIY finish titik nol Malioboro Yogyakarta dan puncaknya Apel Besar dan Silaturrahim Nasional 1 Abad HW serta Jambore HW tanggal 18-22 Desember 2018.
*Sekretaris Kwartir Pusat HW periode 2016-2021