Prof Zainudddin Maliki: Jihad Politik Salah Satunya untuk Perbaiki Sulaman Negeri

Prof Zainudddin Maliki: Jihad Politik Salah Satunya untuk Perbaiki Sulaman Negeri

Prof Dr Zainudddin Maliki (Dok Ichwan/SM)

GRESIK, Suara Muhammadiyah – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Prof Dr Zauniddin Maliki menyatakan bahwa sulaman negeri ini nyaris sempurna kerusakannya. Maka,  jihad politik wajib hukumnya untuk dilakukan sebagai bentuk amanah.

Inilah uraian penting yang disampaikan dalam Penguatan Ideologi Muhammad yang digagas sinergi Al Islam Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB, Senin (24/12/18) di Cordoba Convention Hall SMAM 10 GKB.

Zainuddin menjelaskan bahwa kita sekarang berada di negeri yang menyelenggaran demokrasi prosedural, bukan sebenarnya.

“Demokrasi yang kita alami in hanya demokrasi seolah-olah demokrasi. Demokrasi berpolitik yang bukan beneran,” ungkapnya.

Meminjam ucapan Buya Syafi’i,  menurutnya,  bahwa negeri ini sulamannya sudah mulai rusak. Demokrasi bukan untuk kebaikan atau berkemajuan. Maka,  jihad politik wajib hukumnya dilakukan.

Maka,  jihad ini perlu diperjuangkan sehingga bisa menang. Media yang paling pas adalah melalui gerbong persyerikatan. Di tempat inilah tempat yang cocok karena visi dan misinya sudah jelas,  bukan hanya perkumpulan atau gerombolan semata.

Untuk itu,  lanjutnya,  kunci utama itu terletak pada ideologi. Idelogi kita sekarang sudah dilupakan,  bahkan sudah mati.  Pemimpin memimpin sudah tanpa ideologi. Meminjam ungkapan Darwin,  hidup itu adalah arena persaingan. Yang survival adalah yang kuat.

“Suara kita kan murah. Bisa diperjualbelikan waktu di bilik suara. Siapa yang punya uang bisa menang. Lha,  kalau sekarang ada masalah di masyarakat atau negeri ini ya salahkan orang yang memberi uang atau partai politik yang dicoblos tahun 2014 lalu,” katanya.

Zainuddin menegaskan,  jihad politik adalah niatan utama adalah memperbaiki sulaman negeri untuk lebih baik. Muhammadiyah harus memiliki peran aktif di dalamnya. (Ichwan Arif)

Exit mobile version