PANDEGLANG, Suara Muhammadiyah – Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) bersama Tim Kesehatan dari Disaster Medical Committee (DMC) RS Islam Jakarta Cempaka Putih memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat terdampak di Posko Kementerian Sosial (Kemensos).
Kementerian Sosial Republik Indonesia membuka sebuah posko pengungsian bagi warga terdampak tsunami Selat Sunda di sebuah lapangan futsal di Desa Rantaceureup, Kecamatan Labuhan, Pandeglang, Banten. Posko ini menampung warga desa di pesisir pantai sekitar Labuhan yang terdampak tsunami.
Warga terdampak yang mengungsi di posko ini berjumlah sekitar 552 orang. Sebagian besar warga terdampak langsung tsunami, namun ada juga warga yang mengungsi karena takut dampak cuaca di pesisir pantai yang akhir-akhir ini memang buruk.
Seperti yang dialami oleh Ibu Isa (32 tahun) asal Kampung Baru, Labuhan, dia mengungsi karena takut cuaca buruk yang tak menentu melanda kampungnya. Bersama keempat anaknya, bahkan yang bungsu baru berumur 5 hari, Ibu Isa mengungsi karena kondisi rumahnya mengkhawatirkan saat terjadi angin ribut yang beberapa kali melanda kampungnya.
“Saya terpaksa mengungsi karena cuaca buruk di kampung kami. Rumah kami hanya terbuat dari papan yang sempat lepas saat terjadi angin ribut beberapa hari lalu, sementara saya punya anak kecil umur 5 hari. Saya merasa lebih aman disini” katanya, Sabtu (29/12).
Di posko pengungsian tersebut Ibu Isa dan warga terdampak lainnya mendapat layanan kesehatan dari tim DMC RSIJ Cempaka Putih yang tergabung dalam tim kesehatan MDMC dibawah koordinasi dokter Corona Rintawan.
Tim medis ini berjumlah 7 orang yang terdiri dari 1 dokter, 4 perawat dan 2 tenaga farmasi dipimpin oleh dokter Syilvianti. Tim medis ini bertugas melayani pemeriksaan kesehatan bagi warga terdampak yang mengungsi di lapangan futsal tersebut dari tanggal 24 – 30 Desember 2018.
“Kami bertugas sampai tanggal 30 Desember dan nanti akan digantikan tim dari RSI Muhammadiyah Kendal,” kata dr Syilvianti.
Selain pemeriksaan kesehatan, tim ini juga menyediakan obat-obatan bagi warga terdampak. Selama tujuh hari di pengungsian, umumnya warga mengeluhkan gangguan ISPA, gatal-gatal, demam dan ada pula hipertensi. Warga juga mendapat pendampingan psikososial dari berbagai organisasi dan lembaga yang melaksanakan tugas bergantian.(Sapari)