SORONG, Suara Muhammadiyah – Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki banyak sekali perbedaan, mulai dari pulau, suku, ras, budaya, hingga agama, sehingga tak dapat dipungkiri bahwa hal itu terkadang menjadi pembatas kita untuk melakukan sosialisasi. Terutama persoalan agama yang belakangan menjadi isu yang sangat sensitif di kalangan kita. Berangkat dari itu Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menganjurkan agar Perguruan Tinggi Muhammadiyah menjadi salah satu contoh perguruan tinggi yang menjunjung tinggi toleransi.
Haedar menyampaikan itu di depan mahasiswa Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong (Unimuda) dalam acara silaturahmi pada Sabtu 12 Januari 2019. Agenda tersebut merupakan rangkaian acara yang diselenggarakan Muhammadiyah dan UMY di Papua Barat, dimana sebelumnya pada hari yang sama telah menyambangi Kampung Warmon Kokoda.
Muhammadiyah memiliki 175 perguruan tinggi di Indonesia, 45 diantaranya sudah berstatus universitas. Jumlah keseluruhan mahasiswa di Indonesia 12 persennya atau 600 ribu berasal dari Muhammadiyah. Poin pentingnya adalah Muhammadiyah akan terus ikut bergerak untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tanpa membeda-bedakan agama, etnik, ras, golongan, bahkan pilihan politik sekalipun.
“Saya berharap Unimuda dan universitas Muhammadiyah lainnya yang ada di Indonesia menjadi bahan percontohan sebagai universitas yang memiliki toleransi tinggi,” papar Haedar dalam sambutannya di Sportorium Unimuda Sorong.
Seluruh bangsa Indonesia harus menyadari bahwa keberagaman harus menjadi pemersatu bangsa. “Ras, suku, agama, dan pilihan politik seperti yang selalu saya tekankan tidak boleh menjadi pemecah belah bangsa. Katanya kan kita bangsa yang kaya dengan budaya, jadi masyarakat ketimuran itu harus memiliki keramahan, kegembiraan dan bersama. Muhammadiyah belum seberapa, tapi kami berusaha untuk terus berbagi agar masyarakat mendapatkan hak pendidikan, tempat tinggal, dan perlakuan yang sama tanpa membeda-bedakan dengan yang lain,” imbuhnya.
Unimuda memiliki luas tanah sekitar 57 hektar, dan mahasiswa yang terdaftar 64 persen dari jumlah keseluruhan merupakan anak asli Papua yang non muslim. Namun hal itu dikatakan Rektor Unimuda Rustamaji tidak menjadi masalah berarti di kampusnya. “Selama ini tidak pernah terjadi konflik di Unimuda. Kami hidup berdampingan dan saling menghargai, meskipun kami berbeda dari sisi agama,” tuturnya.
Silaturahmi ini sendiri sekaligus dibarengi dengan kesepakatan berupa nota kesepahaman, pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat antara Unimuda dan UMY. Dan juga tanda tangan nota kesepakatan kerjasama antara kabupaten Sorong dan UMY. Dalam hal ini, Gunawan Budiyanto selaku rektor UMY menyambut baik kerjasama tersebut.
“Secara luas, UMY kalah dengan Unimuda karena hanya punya 46 hektar. Jadi saya berharap Unimuda akan melahirkan mahasiswa intelektual yang bisa mengubah peradaban di Papua Barat, kalau bisa menjadi tenaga yang potensial untuk bersaing di negara asing. Saya juga turut mengucapkan terima kasih atas dukungan yang telah diberikan Pemerintah Kabupaten Sorong, dalam membantu program KKN 3T UMY yang ada di Kokoda. Semoga kerjasama ini bisa terus berlanjut dan memberikan pengaruh positif untuk Kabupaten Sorong,” pungkas Gunawan. (BHP UMY/Habibi)