YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Revolusi 4.0 terhadap teknologi informasi banyak sekali memberikan beragam pengaruh dalam kehidupan masyarakat, tidak terkecuali oleh warga yang tinggal di Indonesia. Kemudahan untuk mengakses dan memberikan informasi menjadi salah satu tulang punggung dari revolusi tersebut, salah satunya melalui gawai pintar yang dengannya semua orang bisa berkomunikasi secara lebih mudah.
Namun kemudahan tersebut ternyata juga memunculkan masalah sosial yang baru, pengguna gawai pintar mendapatkan kebebasan yang merugikan orang lain. Fenomena tersebut diangkat oleh Muhammad Muttaqien, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam pameran kesenian Lamun Selantur yang diselenggarakan di Jogja National Museum. Pameran tersebut dibuka pada hari Jumat – Ahad (18-20/1).
Karyanya yang ditampilkan berupa video animasi mulut yang mengucapkan beragam kata kasar dalam sebuah gadget. Muttaqien yang kerap disapa dengan Angki tersebut menyampaikan karyanya tersebut merupakan representasi dari revolusi teknologi informasi yang telah merombak tata cara mengenai bagaimana berinteraksi dengan orang lain.
“Revolusi ini banyak sekali mendobrak sekat moral di dunia nyata, terutama mengenai bagaimana kita berkomunikasi dengan orang lain. Misal pada gawai yang kita gunakan untuk menjadi media berkomunikasi, alat tersebut berubah menjadi penyalur kebebasan yang tak terkontrol. Ini kemudian ‘memerkosa’ nurani manusia yang kemudian mendorong mereka menjadi berani menghujat dan menghina orang lainnya, meski bahkan tanpa alasan yang jelas. Karenanya lalu muncul perundungan di dunia maya dan tindakan tidak etis lainnya,” ungkap Angki.
Melalui media tersebut, Angki ingin menyampaikan kepada para penontonnya bahwa ada dampak dari kata yang kita ucapkan. “Alat berupa gawai tersebut menjadi keran untuk mengeluarkan berbagai pendapat, bahkan yang tidak senonoh sekalipun. Melalui video ini yang ingin ditunjukkan adalah ketika orang melihat kata-kata tersebut ditujukan kepada mereka, apakah mereka akan merasa terintimidasi atau tidak.
Terlepas dari apapun respon yang mereka miliki, kata-kata seperti sedikit banyak memiliki dampak terhadap keseharian mereka. Dari sini harapannya mereka sadar bahwa ada konsekuensi terhadap kata yang mereka ucapkan dan selanjutnya mereka dapat menjadi lebih awas terhadap apa yang mereka utarakan kepada orang lain,” jelasnya.
Pameran kesenian Lamun Selantur tersebut menjadi sarana apresiasi bagi karya-karya kreatif. Ruang ekshibisi tersebut juga ingin menyampaikan bahwa karya seni komunikasi tidak hanya melulu berupa film dan foto, namun juga berupa bentuk lainnya seperti patung, lukisan dan bahkan ruang.
“Pameran ini menjadi sarana untuk menyampaikan gagasan kreatif kepada masyarakat. Harapannya pesan dari setiap gagasan yang ditampilkan dapat menjadi bahan edukasi bagi masyarakat,” jelas Angki yang juga menjadi pemantik acara tersebut. (BHP)
Baca juga