Kader Berkemajuan
Oleh: Iu Rusliana
Masa depan Muhammadiyah salah satunya ditentukan oleh sistem nilai dan budaya organisasi serta kualitas para kadernya. Sistem nilai yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Dibangun di atas fondasi ideologi gerakan Muhammadiyah. Sistem organisasinya prokaderisasi. Prosedur pengelolaan amal usaha yang berorientasi pada kekuatan kader.
Organisasi otonom (Ortom) sebagai kawah candradimuka para pelopor, penerus dan penyempurna gerakan dakwah melalui amal usaha dan Persyarikatan harus bertumbuh dalam kebersamaan saling mendukung dan membesarkan. Rasanya ironis ketika melihat fenomena menjangkitnya potensi perpecahan di kalangan kader. Perebutan tampuk kepemimpinan kerap dibumbui dengan intrik tidak sehat dan saling menegasikan. Lahirlah konflik internal yang kerap diwariskan.
Padahal sejatinya dinamika internal itu untuk mengasah kemampuan kepemimpinan dan tetap menjagakan semangat kebersamaan. Tidak boleh berlama-lama bermusuhan, apalagi saling memotong di belakang. Jika hari ini kita aktif di Ortom, saatnya tiba akan menjadi pimpinan Persyarikatan. Karena itu anggap saja dinamika itu sebagai latihan, agar tangguh berlomba dalam kebaikan di luar Persyarikatan.
Posisi Strategis Kader
Mesti diingat, pada orientasi yang lebih luas kader tidak hanya untuk kepentingan internal Persyarikatan. Kader harus siap membangun umat, bangsa bahkan tampil terdepan dalam agenda kemanusiaan bagi masyarakat dunia, mengimplementasikan Islam rahmatan lil ‘alamiin.
Demikian pula proses pergantian kepemimpinan, orientasi dakwah, sikap politik kebangsaan, ketaatan anggota, jenjang kaderisasi, budaya organisasi yang dibangun penuh dengan semangat ketulusan, dibingkai oleh nilai-nilai keislaman dan ideologi Muhammadiyah. Pencapaian dakwah dalam bentuk amal usaha menjadi pertanda kemajuan organisasi ini. Namun tentu pencapaian tersebut harus lebih ditingkatkan dan dipersiapkan sumberdaya manusianya (kaderisasi) agar sanggup menghadapi tantangan jaman.
Dari perspektif manajemen sumberdaya manusia (human resource management), kader menempati posisi strategis. Keberlangsungan sebuah organisasi dalam jangka panjang dengan pencapaian hebat ditopang oleh kualitas anggota organisasinya. Elan vital organisasi itu ada pada manusianya. Sistem dan budaya organisasi dibangun oleh kekuatan para kadernya.
Dalam Membaca Ulang Dinamika Muhammadiyah (2004) Asep Purnama Bahtiar menggambarkan kader sebagai kelompok elite yang samapta dan terlatih dengan baik, yang menjadi tulang punggung organisasi dengan ku alitas dan nilai lebihnya. Kelompok elite yang terpilih dan terlatih dengan baik itu tidak bisa dilahirkan dalam tempo yang singkat, melainkan melalui proses pelatihan dan kaderisasi yang mapan. Kader-kader yang terbentuk melalui pembinaan dalam ajang pelatihan dan wahana prosess didik diri yang terencana dan berkesinambungan (perkaderan formal, nonformal, dan informal). Pada dasarnya pembentukan kader itu tidak bisa lepas dari proses kaderisasi dan pendidikan yang harus dijalaninya dalam kurun waktu yang tidak terbatas.
Kader Muhammadiyah harus mampu tampil terbaik di zamannya dan memiliki visi masa depan yang melampaui zaman. Tumbuh dan berkembang dengan visi berkemajuan. Kata berkemajuan mengandung makna membebaskan, memberdayakan, mencerahkan dan memajukan.
Membebaskan dari kemiskinan, kebodohan dan penindasan. Gerakan dakwah yang dibangunnya selalu berusaha mengangkat derajat masyarakat secara ekonomi dan pendidikan. Pendidikan adalah kunci bangkitnya derajat kemanusiaan. Masyarakat miskin dan kurang pendidikan menjadi mitra dakwahnya, sehingga mereka bangkit dan memenangkan kehidupan, keluar dari penindasan.
Memberdayakan mengandung makna kemampuannya untuk mandiri, berdikari tidak hanya untuk dirinya, namun juga keluarga dan masyarakat di sekitar lingkungannya. Tangannya selalu terdepan, membangun gerakan kolektif, menciptakan kemandirian bagi kaum dhuafa.
Mencerahkan mengandung makna, selalu lahir ide-ide baru, memberikan inspirasi yang memajukan, inovasi dan sanggup mengikuti perkembangan jaman tanpa kehilangan nilai dan identitas diri. Kader harus sanggup menjadi manusia terdepan dalam memajukan segala bidang.
Tujuh Kapasitas Diri
Dalam upaya menciptakan kader berkemajuan, setidaknya ada tujuh kapasitas diri yang harus dimiliki kader. Pertama, kekuatan akidah. Tauhid adalah nilai dasar. Lahirnya Muhammadiyah dalam rangka memurnikan akidah dari anasir syirik yang menggejala di masyarakat. Dosa tak terampuni, mengkhianati persaksian keesaan Allah Swt dan kenabian Muhammad saw. Tauhid menjadikan manusia sebagai hamba, bukan penguasa yang menebarkan penindasan. Tauhid menjadikan alam ini bukan objek eksploitasi, tapi lingkungan yang harus dijaga karena sama-sama makhluk Tuhan. Derajat manusia setara, tak ada tuan dan budak. Sama-sama ciptaan Tuhan yang harus dimuliakan.
Kedua, kesadaran ideologi. Islam agamaku, Muhammadiyah gerakanku. Muqaddimah Anggaran Dasar dan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah menjadi panduan bagaimana ideologi Muhammadiyah itu dirumuskan dan harus diimplementasikan.
Ketiga, tingkat pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi pendidikan kader, maka kapasitas dirinya akan semakin baik. Ada ratusan perguruan tinggi Muhammadiyah sebagai sarana penguatan kapasitas diri dan pendidikan. Demikian juga dengan keahlian yang dimiliki, semakin terstandarisasi akan semakin memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan persyarikatan.
Keempat, pengalaman kepemimpinan, baik secara internal maupun eksternal. Setiap orang hakikatnya adalah pemimpin. Kemampuan merealisasikan cita-cita bersama anggota organisasi dengan kekuatan yang dimiliki, mengambil keputusan terbaik dan memastikan kemaslahatan bersama merupakan contoh sederhana kemampuan kepemimpinan.
Kelima, luasnya jejaring. Gerakan kolektif butuh dukungan banyak pihak. Sinergi adalah kunci dan itu hanya mungkin ketika kader bertumbuh dengan kekuatan jejaring yang hebat. Karena itu, kader harus didorong bergaul dan meluaskan jejaringnya dengan berbagai pihak.
Keenam, hubungan media. Era informasi dan big data meniscayakan hubungan baik dengan media massa. Sebaran informasi yang luas dan merata menjadi kebutuhan dalam rangka membangun citra diri dan syiar gerakan dakwah yang telah dilakukan. Data tersinkronisasi, sehingga dapat dengan mudah diakses. Data menjadi pengetahuan eksplisit. Manajemen pengetahuan organisasi Muhammadiyah mutlak diperlukan. Setiap orang di belahan bumi manapun harus dengan mudah dapat mengakses informasi tentang Muhammadiyah. Tentu saja tanpa kader yang memiliki kemampuan dan akses pada pengelolaan data hal ini menjadi sulit direalisasikan.
Ketujuh, visi kewirausahaan. Kewirausahaan jangan dimaknai sempit hanya soal dagang dan keuntungan. Kewirausahaan adalah visi untuk menebarkan nilai tambah, kepedulian dan kemanfaatan pada sesama. Nilai tambah itu bisa dibangun dengan produktivitas di bidang ekonomi dan bidang lainnya. Organisasi sebesar Muhammadiyah ini adalah contoh dari visi kewirausahaan yang melampaui zamannya. Oleh karena itu, butuh para kader penerus yang memiliki visi kemanfaatan.
Upaya sungguh-sungguh untuk memberikan penguatan kapasitas kader yang berkelanjutan mutlak dilakukan. Agar kita yakin generasi mendatang lebih tangguh dibandingkan generasi saat ini. “Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh karena itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar.” (Qs An-Nisa’: 9).
Iu Rusliana, Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah edisi 22 tahun 2018