JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Muhammadiyah Tobacco Control Centre (MTCC) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bekerjasama dengan STIE Ahmad Dahlan Jakarta mengadakan rapat konsolidasi triwulan jaringan tobacco control Muhammadiyah di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng Raya, Jakarta, Jum’at (25/1).
Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka membantu kebijakan pemerintah menyusun instrument untuk mengatasi lingkaran kemiskinan dan stunting melalui advokasi taps ban dan taxation di bidang pengendalian tembakau. Hadir sebagai narasumber direktur program MTCC UMY Supriyatingsih yang berharap agar rokok tidak dapat dijangkau oleh anak-anak, remaja, dan rumah tangga miskin.
Hal tersebut terkait adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.03/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Selain mengatur kenaikan tarif cukai, pemerintah juga mengimplementasikan penyederhanaan atau simplifikasi struktur tarif cukai rokok untuk jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT), Sigaret Kretek Mesin (SKM), dan Sigaret Putih Mesin (SPM).
Menurutnya data menunjukan dengan sangat kuat bahwa dominannya konsumsi rokok di tengah masyarakat menjadi salah satu pemicu utama berbagai penyakit katastropik. “Konsistensi aturan penting demi menciptakan kepastian usaha bagi semua pihak. Terlebih, kebijakan penyederhanaan ini sudah melalui kajian yang matang, serta melalui diskusi dan sosialisasi yang cukup lama,” ungkap Supriyatingsih.
Sebelumnya Ketua Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak yang sekaligus project director MTCC UMY melakukan diskusi terbatas di Kantor Staf Presiden tentang Hasil Riskesdas 2018, studi Universal Health Coverage (UHC) dan Index Pembangunan Keluarga. Terungkap tentang fenomena yang melatar belakangi hasil riskesdas 2018. Angka prevalensi merokok di Indonesia mengalami peningkatan pada kelompok usia 10-18 tahun yang cukup signifikan.
Perwakilan dari Muhammadiyah Economic Team Diah Setyawati Dewanti mengatakan bahwa keberadaan Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia dari berbagai studi menunjukkan bahwa rokok telah terbukti memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan masyarakat. Di tengah contending values yang melekat pada rokok tersebut, sangat diperlukan dukungan terhadap pemerintah terkait kebijakan untuk mengendalikan produksi dan konsumsi rokok dengan mengaturnya dalam penentuan tarif cukai hasil tembakau.
Wakil direktur MTCC UMY Dianita Sugiyo mengungkapkan sangat disayangkan dan merasa prihatin mengetahui adanya politisasi terhadap persoalan tersebut dan yang lebih mencengangkan adalah mengetahui bahwa tarif cukai hasil tembakau untuk tahun 2019 tidak jadi dinaikkan. “Hal tersebut yang sebenarnya membuat angka kemiskinan, stunting dan permasalahan kesehatan pada generasi muda menjadi meningkat. Ini merupakan salah satu kegagalan pemerintah dalam melindungi generasi emas bangsa ini,” pungkasnya. (Riz)