Hadits Aisyah RA Tentang Tidur Nabi SAW

tidur nabi

Hadits Aisyah RA Tentang Tidur Nabi SAW

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr wb. Mohon penjelasan mengenai Hadits dari ‘Aisyah: “Wahai Rasulullah apakah engkau tidur sebelum mengerjakan witir? Wahai ‘Aisyah kedua mataku memang tidur tapi hatiku tidak tidur”.

Pertanyaan saya, apakah Rasulullah saw tidur dahulu setelah mengerjakan delapan rakaat, kemudian bangun mengerjakan witir?

Assolaning Tyas Putry (disidangkan pada Jum’at, 13 Muharram 1438 H / 14 Oktober 2016 M)

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaan yang saudari ajukan kepada kami. Semoga jawaban dari kami dapat membantu saudari.

Terkait dengan yang saudari tanyakan, mungkin hadis berikut ini yang dimaksud.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي [رواه البخارى].

“Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Malik dari Sa’id bin Abu Sa’id al-Maqburiy dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman bahwa dia mengabarkan kepadanya bahwa dia pernah bertanya kepada ‘Aisyah r.a. tentang cara shalat Rasulullah saw. pada bulan Ramadan. Lalu ‘Aisyah r.a. menjawab: Tidaklah Rasulullah saw. melaksanakan shalat malam di bulan Ramadan dan di bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat, beliau shalat empat rakaat dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat empat rakaat lagi dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat tiga rakaat. ‘Aisyah r.a. berkata: Aku bertanya: Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum melaksanakan witir? Beliau saw. menjawab: Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, namun hatiku tidaklah tidur[HR. al-Bukhari].

Hadis di atas adalah hadis shahih, di samping diriwayatkan oleh al-Bukhari juga diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmizi, Ahmad dan Malik.

Penjelasan ‘Aisyah r.a. tentang qiyamu Ramadan atau juga untuk selain di bulan Ramadan sebagaimana tertera dalam hadis di atas, yakni dengan mengamalkan sebelas rakaat. Pelaksanaannya yaitu dengan empat rakaat, lalu empat rakaat, kemudian shalat witir tiga rakaat. Makna hadis di atas menurut Ibnu Baththal dalam Syarah Shahih al-Bukhari halaman 142 pada bab Taqshiru ash-Shalat menjelaskan bahwa Rasulullah saw. tidur sejenak setelah mengerjakan empat rakaat, kemudian berdiri lagi untuk empat rakaat, lalu tidur sejenak, dan berdiri lagi untuk melaksanakan shalat witir tiga rakaat. Oleh karena itu di sini Rasulullah saw. memang tidur dahulu sebelum melaksanakan shalat witir.

Di dalam kitab Syarah Abu Dawud Lu’aini karangan Badrudin al-‘Aini (855 H) juz 5 halaman 246 dikatakan makna dari ucapan “إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِى” merupakan sifat yang khusus bagi para nabi, dan ini merupakan kebiasaannya, walaupun terkadang ia tidur seperti ketika di sebuah lembah, sampai ia tidak mengetahui terbitnya matahari, tetapi yang tidur hanyalah matanya tidak dengan hatinya. Diterangkan lebih lanjut bahwa seorang nabi tidak tidur hatinya sebab khawatir wahyu yang turun kepadanya. Begitu juga yang dikatakan oleh Imam az-Zarqani (W.1122  H) dalam syarahnya (Syarah az-Zarqani ‘ala al-Muwatha’ Imam Malik) juz 1 halaman 352, bahwa ketika badan para nabi tidur tapi hatinya tidak tidur, dan ini tidak terkecuali kepada salah seorang di antara para nabi as. Disebutkan oleh Imam az-Zarqani, Ibnu Abdi al-Bari an-Namuri al-Qurtubi al-Maliki (368-463 H / 978-1071 M), mengatakan bahwa Rasulullah saw. memang tidur sebelum mengerjakan witir. Dalam kitab al-Istidrak al-Hakim, Ibn Abbas mengatakan hal itu merupakan tinggginya derajat para Nabi dan hal itu merupakan wahyu.

Sebagaimana juga yang dijelaskan dalam sebuah penggalan hadis dari Anas bin Malik:

وَالنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم نَائِمَةُ عَيْنَاهُ وَلَايَنَامُ قَلْبُهُ وَكَذَلِكَ الْأَنْبِيَاءِ تَنَامُ أَعْيُنُهُمْ وَلَاتَنَامُ قُلُوْبُهُمْ [رواه البخاري].

“Dan Nabi saw. tertidur kedua matanya, namun hatinya tidaklah tidur. Seperti itu pulalah keadaan para nabi. Mata mereka tertidur namun tetap terjaga kalbu-kalbu mereka” [HR. al-Bukhari].

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa memang Rasulullah saw. tidur setelah delapan rakaat sebelum melaksanakan witir akan tetapi ini adalah bentuk dari istirahat Rasulullah saw. setelah melalui shalat malam yang panjang sebagaimana yang disebutkan dalam hadis di atas “dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya”. Perlu menjadi catatan bahwa tidur Nabi saw. berbeda dengan tidur kebanyakan manusia, karena itu adalah keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada para nabi.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 4 tahun 2018

Exit mobile version