Kaliwiro berada di bagian selatan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Kecamatan seluas 100,08 km2 ini diapit gunung Lawang di selatan dan bukit Dempes di sebelah utara dengan ketinggian 500-1000 meter di atas permukaan laut. Beberapa sungai mengalir di sela jurang dan bebukitan hijau. Tersebutlah Desa Pandansari, Kauman sebagai salah satu tanah subur di pelosok Kaliwiro.
Secara geografis, tidak ada yang menyangsikan kesuburan dan kekayaan tanah Pandansari. Namun, karena minim pengetahuan, penduduk setempat tidak bisa memanfaatkan potensi yang ada dengan maksimal. Sebut saja tentang tata cara menanam yang serampangan dan tidak melalui perhitungan matang. Jika berkunjung ke sana, akan sering menemukan pohon durian yang ditanam di tengah-tengah kerumunan rumpun salak, diselingi pohon nangka, pohon kelapa, manggis, mangga, rambutan, dan bahkan tanaman kopi. Kerimbunan yang semrawut.
Pada 2012, sekelompok warga mendapatkan dana hibah untuk mengelola peternakan dan pertanian. Proyek itu akhirnya terhenti di tengah jalan karena tidak adanya pengawas yang senantiasa mendampingi. Semua modal usaha dijual. Masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Surya Gemilang ini pun menyusut dan satu-persatu memilih hengkang. Tersisa hanya 7 orang.
“Saat ini, sudah ada 20 kambing jenis ‘Gembel Okel Magelang’ dari total rencana 120 kambing yang akan diserahkan Lazismu,” ujar Widoyo, salah satu anggota pengelola. Ketua kelompk Tani Surya Gemilang, Wakimin, menyatakan, bahwa tujuh orang ini saling berbagi tugas dalam merawat kambing. Kambing-kambing ini diternakkan dengan cara tidak biasa. Ditempatkan di sebuah kandang memanjang dengan sekat yang berisi masing-masing lima ekor kambing. Sementara pakannya, memadukan rumput dan konsentrat.
Konsentrat sendiri, menurut penjelasan Widoyo dan Wakimin, yang diracik sendiri oleh para petani ini, terlebih dahulu dilatih oleh tim MPM PP Muhammadiyah. Salah satunya oleh konsultan pertanian dan peternakan nasional, Syafii Latuconsina. Kandungan konsentrat itu di antaranya merupakan campuran ampas singkong, jagung, garam, hingga urea.
Secara bertahap, dengan pendampingan MPM dan lazismu PP Muhammadiyah, Desa Pandansari akan disulap menjadi percontohan Smart Digital Village. Di dalamnya memadukan pertanian, peternakan, wisata edukasi, sport alam, wisata kuliner, hingga penginapan living di rumah-rumah warga.
Lazismu dan MPM terus melakukan pendampingan berkelanjutan. Para kelompk tani dilatih untuk bertani dan beternak yang baik, sedang ibu-ibu diajak untuk mengembangkan kuliner. Sementara pemuda desa dikenalkan dengan internet. “Hal ini dalam rangka mengkonekkan yang lokal dengan yang global,” kata Andar Nubowo Direktur Utama Lazismu PP Muhammadiyah. Menurutnya, banyak hal yang harus disiapkan ke depan, terutama melatih SDM bermental wirausaha. (Ribas)
___
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 2 tahun 2018
Baca juga