Motivasi: Balon Meletus

Motivasi: Balon Meletus

Ilustrasi: iStock

Oleh: Dr M G Bagus Kastolani, Psi,

Pada saat saya memberikan pelatihan tentang keselamatan dan kesehatan kerja, saya meminta semua peserta meniup balon yang saya bagikan. Kemudian balon ini dikumpulkan ke depan kelas. Saya bertanya kepada peserta, apa yang terjadi jika ujung pulpen yang runcing ini menusuk balon yang telah ditiup. Semua peserta kompak menjawab pasti meletus. Dan saya buktikan jawaban peserta tadi. Saya tusukkan ujung pulpen saya ke salah satu balon dan DORRRR… balon itu meletus. Jawaban benar.

Kemudian saya kembali bertanya kepada peserta, bagaimana caranya agar balon-balon ini tidak meletus? Pada pertanyaan ini muncul banyak jawaban dari peserta. Ada yang menyatakan agar jangan ditusuk dengan pulpen. Ada juga yang menjawab jauhkan pulpennya dari balon-balon itu. Bahkan ada peserta yang menjawab jangan ditiup balonnya. Tetap saja, saya meletuskan balon-balon itu dengan ujung runcing pulpen, sambil bertanya, bagaimana caranya agar balon-balon ini tidak meletus.

Dari 50 balon, saat ini telah saya letuskan 20 balon. DARR… DERR… DORR… Dan saya hanya mendengar komentar para peserta yang melarang saya meletuskan balon-balon mereka. Hingga balon ke 28 saya letuskan, dua orang peserta berdiri. Satu orang mengambil balon-balon yang tersisa. Dan satu orang lainnya, mengikat tangan saya agar tidak bisa bergerak menusuk pulpen ke balon. Tindakan kedua peserta ini yang saya harapkan dari tadi!

Hikmah dari permainan ini adalah bahwa kita membutuhkan tindakan nyata untuk menyelamatkan balon-balon tadi….dan bukan hanya komentar. Banyak orang yang berkomentar tetapi sedikit yang beraksi! Padahal yang menyelamatkan adalah tindakan karena tindakan dapat mewujudkan apa yang kita inginkan. Komentar tidak akan memberikan daya lecut untuk terwujudnya suatu cita-cita. Maka bertindaklah!

Huwallahu a’lam bi showab.

Rubrik Motivasi hidup Islami dalam kehidupan karier profesional. Diasuh oleh Dr M G Bagus Kastolani, Psi, seorang psikolog dan kader Muhammadiyah

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 6 tahun 2018

Exit mobile version