Oleh: Haedar Nashir
Kabar duka itu penulis terima ketika perjalanan pulang dari Medan. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Ir HM Dasron Hamid, MSc wafat pada Jum’at malam tanggal 24 April 2015. Malam itu, di rumah Jl Agus Salim banyak para sahabat dekat almarhum melayat, termasuk GPBH Prabukusumo, adik Sri Sultan Hamengkubuwono X. Dalam suasana batin dan rasa kehilangan, satu sama lain berbagi pengalaman selama bergaul dengan mantan Rektor UMY tiga periode itu. Beliau sosok pekerja keras dan dekat dengan semua kalangan.
Sabtu bakda shalat dhuhur, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr M Din Syamsuddin, melepas kepergian almarhum dari Masjid Besar Kauman Yogyakarta. Keluarga besar Muhammadiyah dan para takziyah dengan khusyuk menshalatkan jenazah di Masjid Agung Yogyakarta itu. Semua menunjukkan kesaksian, betapa Pak Dasron Hamid semasa hayatnya adalah sosok yang dicintai dan dikenang jasa kebaikannya. Kebetulan hari itu bersamaan dengan Seminar Nasional Pramuktamar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, sehingga para pelayat dari Jakarta pun ikut melepas jenazah almarhum untuk selanjutnya dimakamkan di Kota Gede.
Pak Dasron, demikian panggilan akrabnya, dikenal sebagai sosok yang “sedikit bicara, banyak bekerja”. Di lingkungan Muhammadiyah sangat populer sebagai Ketua Panitia Pusat Muktamar dari periode ke periode. Kemampuan manajerial dan pergaulannya yang luas membuat dirinya banyak dipercaya PP Muhammadiyah untuk menyukseskan tugas-tugas berat Muhammadiyah. Beliau pernah menjadi Bendahara PP Muhammadiyah di masa kepemmpinan Buya Syafii Maarif, yang membuat dirinya sangat dekat dengan tokoh bangsa yang bersahaja itu. Di kalangan PP Muhammadiyah beliau merupakan rujukan utama jika ingin mencari kuliner yang populer.
Almarhum semasa hidupnya melekat dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Perintisan dan kemajuan UMY hingga sebesar itu antara lain karena kiprahnya bersama para tokoh UMY lainnya yang tiada kenal lelah. Bahkan, ketika beliau mestinya istirahat di usianya yang ketujuhpuluh waktu itu, masih juga harus menerima tugas PP Muhammadiyah untuk kembali “turun gunung” memimpin PTM ternama itu. Beliau tak pernah menghindar dari tugas berat yang dibebankan Peryarikatan, meski saat itu minta idzin hanya bersedia menjadi Rektor “emergensi” untuk dua tahun saja. Alhamdulillah tugas itu ditunaikan dengan baik dan mampu mengantarkan UMY kembali ke jalur sukses, termasuk mengantarkan Prof Dr Bambang Cipto MA, menjadi Rektor berikutnya dalam suasana kondusif.
Bagi Pak Dasron tugas apapun yang diamanatkan PP Muhammadiyah merupakan amanat dan pengkhidmatan. Baik semasa menjadi anggota PP Muhammadiyah maupun setelah purna, jika ditugaskan Muhammadiyah ditunaikannya dengan baik. Almarhum dapat dikatakan sebagai sosok pengkhidmat. Tugas terakhir yang sedang diembannya dan belum terselesaikan karena ajal menjemputnya ialah memproses tanah di samping Gedung PP Muhammadiyah Jl Cikditiro Yogyakarta. Semoga tugas penting itu dapat diselesaikan oleh anggota tim yang lain.
Generasi muda Muhammadiyah dapat belajar dari pengkhidmatan almarhum yang tiada lelah untuk Persyarikatan. Berkhidmat di Persyarikatan tak pernah pilih-pilih, apakah berat atau ringan, ketika menjabat atau tidak. Jabatan tidak pernah dikejar atau diusahakan, namun manakala Muhammadiyah memanggil maka ditunaikan penuh kesungguhan. Muhammadiyah sangat kehilangan sosok pengkhidmat ini. Pederta muktamar di Makassar 3-7 Agustus 2015 tidak akan lagi bertemu dengan spesialis Ketua Panpus Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah yang piawai itu. Selamat jalan Pak Dasron, semoga husnul khatimah dan meraih jannatun na’im dalam rengkuhan ridha Allah
Tulisan ini pernah dimuat di rubrik “Ibrah” Majalah Suara Muhammadiyah Edisi Nomor 11 tahun 2015